23.3.13

Absurd Rafting In Citarik (#1)



Yanthi langsung melambaikan tangan pada Utamie dari Caldera Rafting, tanda salam, saat mobil kami tiba di parkiran. Kami memang terlambat datang satu jam dari yang dijanjikan karena faktor jalanan yang macet. Utamie langsung menyambut kami. Langsung dibawanya ke tempat makan di lantai atas. Suguhan bala-bala (bakwan) dan pisang goreng menjadi snack penyambut kami. Tentu saja teh dan kopi bisa bikin sendiri di meja yang telah disiapkan.


Kami berlima rafting di Citarik. Yanthi yang jago banget bikin acara travel telah sukses meyakinkanku buat gabung. Dia bareng teman-teman yang lainnya. Ada Dini yang suka bercanda, Soffur yang bersuamikan orang Italia, Claudio, yang tergila-gila dengan nama Cicurug, salah satu daerah yang ada di Kabupaten Sukabumi.


Setalah rebahan sebentar karena lumayan capek perjalanan dari Jakarta-Citarik yang lumayan lama (sebenernya jaraknya deket, cuma Claudio nyupirnya masih kebawa nyupir ala Italia yang teratur dan taat berlalu lintas plus kena macet di Pasar Cibadak), kami mempersiapkan diri buat rafting. “Skipper-nya sudah siap” kata Utamie memberi tahu.


Dasar rafter amatir, kami kecuali aku nggak pake sandal gunung yang ada talinya, supaya pas rafting nggak ilang itu sandal. Untungnya Caldera Rafting punya stok sandal buat rafting. Utamie dan stafnya membawa beberapa sandal. Kemudian dikenakan oleh mereka berempat.
Tak lupa juga kami kudu memakai live jacket dan helmet, plus dayung. Oke selesai. Kami siap buat mengarungi jeram Citarik. Let’s go!


Seperti biasa kami diantar ke titik start, naik mobil bak terbuka. Menyusuri jalanan kecil yang jalannya ancur. Jadi ajrut-ajrutan deh... Melewati beberapaa rumah dan perkebunan warga.

Sampai di titik start kami dibagi dua perahu. Soffur dan Claudio bareng satu perahu plus dua skipper. Aku, Dini dan Yanti dalam satu perahu dengan satu skipper. Memang satu perahu dibatasi maksimal empat orang. Hal ini dilakukan demi kenyamanan saat rafting karena debit air Citarik sedang turun, dibawah standar.

Perahu Claudio melaju duluan dilanjutkan perahu kami. Pertama mulai, jalan arus masih biasa, namun lama-kelamaan semakin memacu adrenalin. Sempet pula di kerjain skipper-nya, Adul. “Liat ada monyet diatas” kata Adul saat melintasi pohon besar yang rantingnya menjuntai diatas suangai. Namun tak lama kemudian, jeram yang besar menghadang. Kami sempet oleng, namun untungnya tak jatuh ke sungai. “Sial... Kita dikerjain”. Adul hanya ketawa saja.

Adul sang skipper memang kece. Rasa humornya juga ada, jadi suasana cair kayak temen akrab. Plus Dini dan Yanthi yang doyan banget ngoceh dan bercanda. Gaduh dah satu perahu.

“Itu buah apa mas?” tanya Yanthi ketika melihat buat hijau seperti manggis.

“Itu apel Citarik” jawabnya singkat.

“Enak”

“Enak. Apalagi dimakan sama nasi dan ikan asin. Trus yang dimakan nasi dan ikan asinnya saja”

“Hahaha.... ya iya lah”

Kami pun tertawa dibuatnya.

Kami perhatikan perahu Claudio, serasa nggak ada penghuninya: adem ayem, keep silent. Bandingkan dengan perahu kami yang pasti ruame.

Kami terheran saat perahu Claudio pelan. Rupanya ada katak di depan perahu mereka. Ya elah cuman katak, kirain apaan. Mereka nggak mau mengganggu katak. Katanya takutnya itu adalah seorang pangeran yang dikutuk menjadi seekor katak. *emang ini dongeng?* Fyuh...!

Sampai di aliran yang tenang kami semua, kecuali Claudio menceburkan diri ke sungai. Terapung pelan di sungai. Nyatanya kami berada di titik sungai yang lumayan dalam, sampai-sampai kaki aku pun tak nyampe dasarnya.


Kemudian kami lanjutkan perngarungan sungai Citarik. Melewati penginapan dipinggir sungai dengan model rumah panggung. Berbilik bambu dan dengan atap daun kirey, sejenis alang-alang. Terus berlanjut melewati jembatan kali Citarik, Caldera Rafting Station, dan finish di Caldera Rafting yang jaraknya sekitar satu kilometer dari station. Untuk jeram ini kami mengarungi sungai sejauh 9 km, dengan grade crocodile (grade 3).


Sampai di titik finish kami disambut dengan segernya kelapa muda. Tandas semua air kelapa dan dagingnya kami lahap. Dan berlanjut menuju ke Caldera Rafting Station karena sudah ditunggu oleh mobil bak terbuka. Kulit muka dan tangan kami item, gosong terpanggang matahari selama rafting. Sedangkan Claudio kulit muka dan tangannya merah seperti habis ditampar. Hadeuh...!

To be continued...

Tidak ada komentar: