30.9.12

Sunrise Di Situs Megalitik Gunung Padang



Mobil kami parkirkan di plataran sederhana antara campuran batu dan tanah merah dekat pos tiket masuk ke Situs Megalit Gunung Padang. Suasana cukup ramai, tampak pula satu rombongan yang hadir. Suara adzan subuh telah menggema dari masjid sekitar. Seorang petugas datang menghampiri kami, kemudian menunjukan kepada kami mushola untuk sholat subuh.

Setelah membayar tiket dan mengisi buku tamu kami mulai bergegas. Segara perlengkapan memotret dan bekal untuk sarapan: roti tawar, keju, cokelat, minuman, cemilan kentang dan trangia, dimasukan ke dalam ransel. Kami harus naik beberapa anak tangga menuju situs. Kami memilih untuk naik tangga yang khusus peziarah dengan kemiringan yang mendekati 90o, dengan jarak yang dekat dan cepat dicapai, dengan harapan tidak ketinggalan akan momen sunrise, daripada harus menggunakan tangga wisata yang agak landai namun jauh. Niko dan Zuhrie jalan melesat di depan, sedangkan aku harus ketinggalan di belakang sambil sesekali berhenti. Maklum sudah lama tidak ‘naik’. Pemandu dengan sabar disampingku sambil menyoroti tangga yang tinggi untuk aku melangkah.


Semburat jingga tampak di ufuk timur. Tak lama kemudian langit timur mulai didominasi warna orange yang cerah.


Bebatuan yang panjangnya sekitar satu meteran, dan dengan diameter sekitar 20-40 meteran itu bertebaran di area Situs. Bentuknya memang tak bulat namun biasa, mempunyai sisi empat atau lima, namun dengan panjang sisi yang tak sama.

Situs Megalit GunungPadang berada di Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Cianjur, akhir-akhir ini banyak dibicarakan orang. Banyak sekali keunikan situs ini, seperti misalnya, dalam situs ini banyak sekali berkaitan dengan angka lima: batu-batu yang banyak bersisi lima, teras situs yang mempunyai lima teras, dan pemadanangan dengan lima gunung.

Niko sangat asyik dengan memotret teknik strobist. Dengan gear tambahan berupa flash external melengkapi aksinya, berharap mendapatkan gambar yang jelas untuk objek ‘depan’ dan objek ‘dibelakang’ yang umumnya cerah atau ingin mendapatkan efek sinar dibelakang objek, namun objek tetap tampak (bukan siluet).


Aku dan Zuhrie naik Gardu Pandang yang terbuat dari baja dengan lantai kayu. Disini bisa melihat pendangan situs secara luas dan panorama perkebunan. Tak lama kemudian matahari muncul di balik bukit, di timur. Kami segera membidik momen itu dengan kamera kami.


Ternyata dibawah alias diarea situsnya, sunrise cukup indah juga. Dengan siluet megalit dan pepohonan yang ada.




Situs ini pengolaannya cukup baik. Terlihat dari tidak adanya sampah yang berserakan, banyak sekali tempat sampah yang disediakan, dan tidak ada vandalisme. Juga sesekali aku lihat masyarakat yang membersihkan area tersebut.


Oh ya, hingga kini banyak orang yang ziarah di Situs Megalit Gunung Padang. Mereka mencari ‘pencerahan’ dan mengharap berkah. Saat itu juga ada seorang yang duduk bersila dengan kedua tangan di atas lutut. Duduk diatas batu yang datar. Diam tanpa bergerak selama beberapa lama.



29.9.12

Sate H. Mamat


Oke, untuk urusan makan saat traveling kali ini aku nunut apa kata Niko. Sejak masuk Kota Sukabumi, kami mencari Masjid Agung Sukabumi. Niko memang sudah mengenal kota ini. Maklum dia pernah study di sini.

Daya ingat Niko ‘dipertanyakan’ alias lupa-lupa ingat, akibtanya kami harus ubek-ubek kota untuk menemukan warung makan yang katanya ‘terkenal enak pada masanya (waktu dia bersekolah dulu)’.

Rupanya Masjid sedang dalam direnovasi sehingga tidak tampak sebagai penanda. Dan setelah melewati beberapa sudut depan masjid akhirnya kami menemukan warung sate yang dimaksud.


Warungnya memang kecil, persis seperti warung makan kecil lainnya. Didepan sudah ada tungku pembakaran untuk membakar sate, plus kipas angin lantai untuk menjaga bara.

Di poster menu yang terpampang di dinding tersedia, sate kambing, sate ayam, sate sapi, sup kambing, dan sup sapi. Kami memesan sup kambing dan sate kambing. Satu porsi sate kambing berisi sepuluh tusuk, sudah lengkap dengan saus kacangnya. Dagingnya empuk dan tak alot.

Untuk supnya bisa dikatakan lumayan. Dagingnya matang, namun kuahnya serasa datar, tanpa banyak menggunakan bumbu.


Dibandingkan dengan supnya, satenya memang juara. Namun supnya juga tidak terlalu buruk untuk disantap. Dan alangkah baiknya untuk memesan minuman selain teh tawar, karena rasanya yang ‘nggak banget’.


Terlepas dari itu semua, warung ini selalu ramai dikunjungi.



11.9.12

Kopi Toraja



Tak banyak yang aku ketahui tentang kopi toraja. Seorang teman yang gemar minum kopi nyeletuk bilang ada kopi toraja di store terdekat. Cuma kepingin tahu aja gimana aroma dan citarasanya kopi ini, tanpa pikir panjang membeli kopi tersebut yang harganya lumayan mahal untuk ukuran 100 gram, dan diproduksi oleh JJ Royal Coffee



Setelah diseduh, aromanya memang harum. Citarasa nikmat. Sebagian penikmat kopi menilai kopi ini memiliki aroma tanah dan hutan (aku juga cukup sulit mendeskripsikan aroma tanah dan hutan ini). ‘Seger’ dan ada aroma kayu merupakan penilaian dari dua temenku yang menggemari kopi.



Nama lain kopi ini adalah Cellebes Kallosi, nama yang dipakai oleh penjajah Belanda. Kopi toraja sendiri merupakan jenis kopi arabica. Dihasilkan dari perkebunan kopi di lereng pegununganTana Toraja, Sulawesi Selatan. 



8.9.12

[Photograph] Bersepeda Pagi, Bonusnya Dapat Sunrise!



Niatnya cuma mau main sepedaan saja, mengisi waktu luang di pagi hari ketika pulang kampung, Panimbang, Cimanggu, Cilacap. Ajak adik dan langsung gowes sepeda ontel milik Bapak.


Tujuannya hanya Desa Bantarpanjang, Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Cilacap. Melewati rumah-rumah penduduk, kebun warga, perswahan dan sungai. Menyusuri jalanan desa dengan aspal yang terkelupas kalau tidak mau dikatakan jalan berbatu.



Tiba di sungai dan melihat warna langit dan matahari bulat keemasan di sebelah timur langsung membidik kamera. Dan hasilnya dapat momen sunrise yang cantik. Sudently sunrise.




1.9.12

Tiga Hari Mengejar Sunset Di Tanah Merah Negarajati


Sunset atau matahari terbenam adalah momen yang setiap hari terjadi. Namun untuk menikmati momen indah ini sangat tergantung sekali pada kondisi cuaca pada hari itu. Hujan atau mendung tentu merupakan ‘penghalang’ untuk menikmati atau melihat momen indah ini. Jika kondisi cerah, sunset akan terlihat indah.



Melihat sunset yang paling jamak orang tahu adalah di tanah lapang atau di pantai. Memang hal ini tidak salah, tanah yang lapang dan horison yang luas membuat kegiatan melihat matahari tenggelam lebih leluasa karena tak ada penghalang yang berarti, dan pastinya akan terlihat sangat jelas. Tapi bagaimana jadinya jika melihat sunset di dataran/tanah yang lebih tinggi?

Tanah Merah di Negarajati, Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Cilacap adalah salah satu tempat (space) yang diperuntukan untuk melihat momen indah ini di  sore hari. Dekat dengan Jalan Cilumuh (jalur selatan), ke arah utara sekitar 500 meter. Jalanan menanjak dan berkelok, tapi aspal mulus. Di bagian timur adalah perkebunan pinus, sedangkan bagian barat berupa dataran rendah dan di ujung sana ada bukit. Di space ini akan terlihat persawahan Cimanggu di bagian selatan, sedangkan di bagian utara akan terlihat sawah yang berundak. Tampak juga, garis-garis ujung dataran tinggi yang berundak dan bergradasi.




Awalnya aku juga tak mengenal tempat ini. Padahal tak jauh dari rumah. Dari kakakkulah yang telah merekomendasikan tempat ini untuk memotret sunset, dan mengantarkanku ketempat yang dimaksud. Yap..! Setelah ‘perkenalan’ itulah aku sampai jatuh hati pada tempat ini.

Tiga kali aku ke tempat ini untuk mengabadikan sunset. Namun semuanya mendapat momen yang berbeda-beda. Yang pertama, cuaca agak mendung. Matahari tak terlihat, jadi hanya awan saja yang ada, dengan awan yang disinari matahari sehingga awan tampak terdapat garis-garis orange.


Di hari kedua, cuaca sangat cerah. Langit biru bersih tanpa awan, it’s time to catch the sunset. Tapi setting-an kamera yang ‘keliru’ dan matahari sangat cepat ‘turun’, maka aku terlambat mengabadikan detik-detik  matahari bulat sempurna ketika akan terbenam.






Melihat pengalaman yang kedua, kali ini sudah siap dengan lensa dan setting-an kamera. Rasa ragu tidak akan mendapatkan momen matahari tenggelam terlintas di pikiran, melihat awan yang cukup tebal menghalangi matahari. Akhirnya keraguanku terjawab sudah. Awan sedikit bergerak dan sedikit ‘memberi celah’ sehingga bisa melihat matahari tenggelam, dengan posisi matahari dibawah awan. It’s amazing.



Tanah Merah, Negarajati, sudah terkenal sejak lama untuk area ‘bersantai’. Terutama sekali terkenal oleh para remaja. Tiga kali aku datang kesini, banyak sekali para remaja yang ‘berduaan’ membawa pasangannya ke tempat ini. Tempat ini pula yang dijadikan pelarian para remaja ketika membolos sekolah, atau sekedar berpacaran.

Warung kecil juga ada di tempat tersebut. Warung yang seukuran 1,5 x 2,5 m itu menyediakan makanan dan minuman ringan, seperti kopi, bandrek, ubi rebus, mendoan, atau gorengan lainnya. Tapi sayang, tiga kali aku berkunjung kesitu, warung itu tutup.



Jadi, untuk menikmati sunset, tak harus ke pantai atau pulau kecil, ternyata di gunung pun bisa menemukan momen indah ini.