20.10.12

Landscape of Baduy



Baduy, bukan saja menarik dari segi etnik kultur sebuah komunitas. Selain dari segi antropologinya, ternyata panorama alam Baduy begitu indah.

Perjalanan menuju ke Desa Cibeo, Baduy Dalam dari Ciboleger, memang sangat melelahkan. Medan yang naik turun bukit, dan melintasi sungai memang cukup menguras energi. Belum lagi kalau hujan turun, tanah merah berubah menjadi jalanan yang becek dan licin. Namun pemandangan yang menawan, mampu memberi ‘terapi’.

Bukan soal keindahan alamnya saja, rumah-rumah panggung yang etnik, kegiatan mereka, saung-saung, dan juga sungai dan danua yang menjadi sumber air bagi mereka, memiliki keindahan tersendiri.

So, enjoy your etnic journey!











2.10.12

Remah-remah Lampegan


Tiba-tiba saja mobil yang di kendarai Niko terhenti dekat rel tua. Terasa melintasi rel kereta api dengan sisi kiri sebuah terowongan sedangkan di sisi kanan sebuah stasiun kecil. Mataku mulai terbuka setelah terlelap tidur. Tak lain tempat ini adalah Stasiun dan Terowongan Lampegan, Desa Cibokor, Kecamatan Cibeber, Cianjur.


Suasana siang itu sungguh hening. Sedikit aktifitas warga.  Rumah-rumah penduduk juga tampak tak menunjukan aktifitas yang berarti. Sebuah warung kecil yang menjual minuman hanya dikunjungi beberapa pria yang duduk-duduk santai.

Kami bertiga keluar dari mobil, menuju terowongan. Melihat ke arah terowongan tua tampak 2-4 orang sedang asyik memotret. Berpose dengan berbagai gaya tubuh dengan latar belakang terowongan.

Terowongan tua yaang bertulis tahun pembuatan 1879-1882, jelas sekali terowongan ini dibangun pada masa Penjajahan Belanda. Kiri-kanan dan diatas terowongan merupakan hutan warga.


Terowongan Lampegan memiliki panjang 686 meter, salah satu terowongan kereta api tua yang dibangun pada masa Pemerintah Hindia Belanda. Terowongan ini dibangun oleh perusahaan kereta api SS (Staats Spoorwegen) pada 1879 hinga 1882, untuk mendukung jalur kereta api Jakarta-Bogor, Bogor-Sukabumi, dan Sukabumi-Bandung, via Cianjur. Namun karena peristiwa gempa yang mengakibatkan tanah longsor, terowongan ini kini hanya memiliki panjang 415 meter. Terowongan Lampegan merupakan terowongan kereta api yang pertama di wilayah Priangan.



Mengenai pembangunannya banyak versi. Ada yang menyebutkan dibuat secara manual dengan mengerahkan tenaga manusia, juga ada yang mengatakan dengan cara peledakan. Entahlah?




Dekat Terowongan Lampegan ada Stasiun Lampegan. Kosong dan tak terawat. Namun bangunannya masih kokoh berdiri. Meninggalkan sisi-sisi bangunan yang bisu.


Lampegan berasal dari percakapan orang Belanda ketika kereta api memasuki terowongan. Setiap kali kereta akan memasuki terowongan, kondektur akan meneriakan “Steek lampen aan!” yang oleh orang Sunda terdengar ‘lampegan’.



Sebenarnya jika jalur kereta api ini diaktifkan kembali akan memberi dampak yang positif. Dari segi wisata misalnya, Stasiun Lampegan dekat dengan Situs Megalitik Gunung Padang, sehingga mempermudah akses wisata. Atau juga bisa menyuguhkan kembali wisata kereta api (tua) jika tidak untuk tujuan transportasi antar daerah. Dengan alam yang membentang indah, sudah cukup untuk membangun sebuah destinasi baru.


Dengan nilai historis yang dimilikinya, mungkin untuk saat ini, Terowongan dan Stasiun Lampegan cocok untuk spot fotografi. Itu terlihat dari banyaknya pengunjung yang datang hanya sekedar foto-foto. Tak terkecuali juga kami.