26.3.12

Menikmati Kuliner Banyumas Di Jalan Bank

Siang itu matahari sangat terik. Panasnya terasa hingga ke ubun-ubun, dan tubuh seakan-akan meleleh. Padahal ini masih bulan Maret, masih musim penghujan. Mencoba berjalan disepanjang trotoar Jl. Wiriaatmaja, Purwokerto, atau lebih di kenal dengan Jl. Bank, untuk menemukan kuliner pas untuk menetralisir hawa panas yang menyengat.

Tampak warung makan Soto Khas Banyumas. Jika mata tak jeli maka akan cukup sulit menemukan tempat ini. Karena berukuran kecil dengan bangunan yang sudah tua. Namun terpampang di atas pintu masuk nama warung tersebut, Soto Jalan Bank H. Loso.

Melihat menu yang ditawarkan, semua manyajikan menu khas Banyumas. Dengan menu andalan Soto Banyumas, atau sering disebut orang, sroto. Menu ini memang khas dari kabupaten yang terkenal dengan logat jawa ngapak-nya.

Sambil menunggu sroto yang aku pesan, di meja sudah tersedia mendoan. Ya... makanan berupa tempe dan dilumuri tepung dengan digoreng setengah matang. Karena digoreng setengah matang maka akan terasa nikmat jika disantap saat hangat. Bumbu yang khas dan bertabur potongan daun bawang kecil-kecil menambah citarasanya. Cocok sekali disantap sebagai cemilan saat santai.

Mendoan















Menu andalan tiba. Saatnya mencicipi sroto. Satu mangkuk sroto berisi irisan kupat, tauge, bihun, krupuk mie kuning, dan tentunya suwiran daging ayam plus taburan potongan bawang daun. Kuahnya begitu segar, sambalnya berupa sambal kacang. Sungguh nikmat menu berkuah ini disantap saat siang hari.

Sroto atau Soto Banyumas















Untuk minuman aku memesan es kuwut. Sungguh pilihan yang tak salah jika memilih minuman ini, sangat cocok jika dinikmati saat siang yang teriknya minta ampun ini. Es ini teridiri dari irisan melon, dan kelapa muda. Ditambah gula cair dan perasan air jeruk nipis. Sensasi kecut-kecut rasa khas jeruk nipis mampu menetralisir hawa panas siang itu. Benar-benar seger di kerongkongan. 

Es Kuwut
 





















Akhirnya siang ini pun tak begitu tersiksa dengan panasnya matahari. 




12.3.12

Menemukan Destinasi Lain Di Bogor

Mungkin sebagian dari kita belum mengenal atau sedikit yang mengetahui destinasi yang tak ‘umum’ ini. Memang tempatnya ada yang mudah dijangkau, ada pula yang harus ‘berjuang’ untuk menuju kesana. Bisa rileks dan merasakan ketenangan, dan menikmati kuliner unik.

Rileks Sejenak Di Kuntum Nursery

Akan mudah dijangkau jika dari arah Ciawi. Keluar Pintu Tol Ciawi, belok kanan ke Jalan Tajur. Memang jika tak jeli akan sulit menemukannya, bahkan papan namanya juga cukup kecil.

Tempat ini memang semacam toko yang menjual berbagai tanaman hias, namun kita juga bisa santai dan rileks di sini. Selain bunga-bunga dan bibit pohon juga ada kolam ikan dan cafe, juga tersedia agro wisata. Duduk-duduk santai di cafe sambil menikmati jajanan Bogor. Dengan bangku dan meja yang menghadap ke kolam. Kegiatan memberi pakan ikan yang berwarna-warni di kolam ikan sangat digemari oleh anak-anak. Dengan sendirinya ikan-ikan akan mendekat. Selain itu juga bisa menikmati agro wisata dengan mengunjungi mini farm yang berada di belakang. Ada peternakan domba dan kambing, unggas, dan marmut yang imut.































Di Jalan Tajur, tak sengaja kami menikmati kuliner yang khas. Memang bukan makanan khas Bogor, tapi makanan khas daerah lain. Telor bakar/panggang. Kuliner khas dari Brebes. Telor panggang ini dibuat dari telur bebek asin. Setelah proses pengasinan, tidak direbus seperti telor asin lainnya, melainkan di bakar atau dipanggang. Rasanya unik, berbeda dengan telor asin yang direbus. Tercium sensasi khas makanan yang dibakar, seperti pepes ikan. Penjualnya, sepertinya berasal dari daerah menu tersebut. Itu terdengar dari logat bicaranya yang ngapak.
















Ketenangan Di Tamansari, Gunung Salak

Khas daerah yang berada di pegunungan, hawa sejuk. Tenang dengan sedikit penghuni. Tampak ada aktifitas komunitas sepeda sedang memulai mengayuh sepeda di jalan kecil beraspal menuju ke medan yang lebih tinggi. Ditemani dengan pemandangan luas melihat langit yang tak berbatas.

Sebelum memulai perjalanan, kami singgah disebuah warung. Tadinya ku pikir menu yang ditawarkan biasa saja, namun dugaanku salah. Makan siang kami disuguhi telur dadar, dan sayur asem, dan ditemani sambal bongkot. Oke untuk telur dadar dan sayur asemnya aku tak akan membahasnya, hanya sambal bongkot saja. Rasanya tak seaneh namanya. Sambal ini berbeda dari sambal-sambal lainnya, yang didominasi oleh cabe. Namun sambal ini terbuat dari kecommbrang, yang diiris kecil-kecil. Tidak begitu pedas namun sedep dari kecombrangnya.
















Menaiki tangga sedikit kami sampai di Pura Penataran Agung Gunung Salak. Setelah meminta izin ke penjaga Pura untuk memotret area tersebut, kami diberi pita kuning yang wajib diikatkan di pinggang kita. Mungkin untuk membedakan antara yang akan melakukan peribadatan dan yang sekedar berkunjung.

Kami hanya diperbolehkan memotret di area-area tertentu. Kami hanya diizinkan masuk dan memotret di area Nista Mandala dan Madya Mandala. Umat memanjatkan puji-pujian kepada Sang Hyang Widi. Suasana pura yang tenang dan sejuknya hawa pengunungan sepertinya menambah kekhidmatan mereka dalam beribadah.




























Gagal Berkunjung Ke Rumah Sutra

Sudah susah-susah mencari alamat Rumah Sutra, di Ciapus, ketika sampai ditujuan malah sudah tutup. Kami datang sewaktu sore. Menurut info yang aku dapat Rumah Sutra ini memang rumah bagi peternakan ulat sutra. Cocok sekali bagi wisata edukasi. Namun sayang papan namanya yang kecil dan letaknya yang rendah menyulitkan kami menemukan tempat tersebut. I hope next time I can visit it.


















Thanks to Niko dan Ridho yang sudah ngajak jalan-jalan.