28.6.13

Snorkeling Until Headache


Muka diangkat ke permukaan air. Google masih terpasang, snorkel segera di lepas dari mulut untuk menghirup udara bebas. Google dibuka sambil diangkat ke atas, pada kening kepala. Pandangan di atas air bergoyang ke atas dan ke bawah. Perahu, daratan, dan awan-awan, dan ditambah ombak kecil yang menerpa muka. “Ah…! Ini paling cuma efek karena ombak laut. Pasti nggak lama” pikirku menenangkan diri. Namun setelah beberapa lama, pandangan masih bergoyang. Seperti vertigo. Apakah ini akibat kelamaan ber-snorkeling? Entahlah.


Apakah asumsi itu benar adanya? Padahal baru snorkeling yang kedua, di hari pertama pula. Ini merupakan snorkeling yang kedua dari tiga snorkeling yang dijadwalkan. Proses adabtasi dilakuin di Pulau Sebuku Kecil, cuman nyemplungin diri ke air laut,  renang kesana-kemari doang. Snorkeling pertama di dekat Pulau Sebuku Besar, kemudian Pulau Sebesi, dan terakhir di Lagoon Cabe. Di Pulau Sebuku Besar memang aku bersnorkeling ‘terlalu’ semangat. Mungkin karena baru ketemu dengan keindahan koral setelah beberapa lama nggak snorkeling, jadi ada semacam dopamine yang membanjiri badan untuk mengeksplorasinya. Di sini belum ada gejala pusing.



Koral di Pulau Sebuku Besar memang sehat. Banyak koral meja. Ikan-ikan juga hilir mudik. Dan disini pula saking senangnya, rela menahan napas berkali-kali buat foto underwater, namun seringnya gagal karena panic attack. Walaupun sudah dibantu oleh guide, Mahmud, namun tetap saja tak membuat aku berhasil. Yang ada hanya capek.



Untuk snorkeling di Pulau Sebesi, kami sempat istirahat siang. Namun tetap saja disaat snorkeling di spot ini kepala kleyengan. Padahal baru beberapa spot saja yang baru diekplor. Pelan-pelan berenang menuju perahu. Naik keatas kemudian duduk dan segera berbaring. Apesnya, perahu juga bergoyang karena ombak laut. Makin berat aja ini kepala!


Dalam perjalanan spot selanjutnya menuju Pulau Umang-umang untuk hunting sunset, aku hanya tidur lunglay diatas kapal. Setelah meminum air mineral dan air ‘pengganti ion’ tubuh, lumayan buat meringgankan pusing sementara.

Baru ‘mendarat’ di Pulau Umang-umang, hanya bias duduk-duduk diatas pasir. Tak peduli teman lain mau ngapain juga. Lama-kelamaan kepala mulai membaik. Sepertinya obat pusing yang diberikan Niko sebelum turun dari kapal mulai menunjukan khasiatnya. Dan alhamdulillah bisa menikmati sunset yang ditunggu-tunggu disini.


Perjalanan menuju ke homestay di Pulau Sebesi, memang membuat kepala sempet kambuh lagi. Ternyatanya efek vertigo masih kerasa sampai di daratan. Seakan-akan bumi bergoyang. Cari pegangan!

Gara-gara pusing saat snorkeling kemarin, hari berikutnya yang jadwalnya snorkeling di Lagoon Cabe, jadinya tak maksimal mengeksplor. Belum lagi ditambah berisikinya mesin perahu disaat baru bangun tidur saat menuju Anak Gunung Krakatau sungguh menambah penderitaan, jadi mual. Cuma sebentaran saja terus naik lagi ke perahu. Padahal ikan-ikan disini indah berwarna-warni, dengan aneka koral yang sangat bagus, sehat, dan amazing pastinya. Ajakan buat foto underwater-pun ditolak.


Asumsi pribadi sih ada beberapa hal yang menyebabkan bisa pusing begini. Mungkin perjalanan jarak jauh dari Jakarta ke Krakatau yang beberapa kali gonta-ganti kendaraan. Dari dua kali jalur darat hingga dua kali jalur laut pula. Dari kendaraan darat yang tenang, hingga terombang-ambing di perahu. Mana gitu, malam sebelumnya sempet kurang tidur. Plus terlalu semangat buat snorkeling. Sukses membaut kepala jadi pusing!

***

14.6.13

Impressive Escape Tanjung Lesung (Part 2)



Subuh-subuh aku bangun duluan. Melihat keluar, ternyata langit ditaburi bintang yang indah banget. “Star trail woi…!! (buat fotografi)” teriakku dari luar tenda. Hanya Niko yang ngerespon. Dia bangun langsung pasang tripod dan kamera, plus kabel release. Click the star! Tapi sayangnya langit sudah terlalu terang, jadi star trail-nya kurang keliatan difotonya.


Tak lama kemudian sunrise dari belakang tenda muncul. Emang sih kehalangan sama pohon-pohon, jadi nggak keliatan matahari munculnya, cuman langit yang berwarna jingga. But it’s so beautiful.




Pagi cepet banget terang. Kami kudu nyiapin sarapan. Kali ini menunya spaghetti ditemani kornet. Nasi pun tak luput kami siapkan.

Kirain masak spaghetti sama kornet itu cepet. Eh… lama beud! Katanya masak spaghetti itu kudu aldente, kira-kira warna spaghettinya kudu rada kinclong dikit. Terus ditambah garam sedikit sama butter biar gurih.



Sarapan rampung, saatnya nyemplung ke laut (lagi). Aku sering banget diingetin sama temen-temen, supaya hati-hati, takutnya ada hiu menyerang karena mencium bau darah. Secara aku punya luka bekas semalam. Siap komandan!


Airnya memang begitu tenang, mana pantainya agak landai lagi. Ombaknya juga nggak gede-gede amat, so makin asyik aja acara nyemplungnya. Mana bisa mengapung lagi: kepala memandang ke langit, sementara badan seger di dalam air.



Sudah begitu, kami juga gogoleran di tepi pantai. Sunbathing istilah kerennya. Kayak bule-bule gitu lah. Lumayan lah buat ngangetin badan. Selain itu, katanya sinar matahari pagi baik banget buat pembentukan vitamin D yang dibutuhin tulang.


Oke nggak usah lama-lama sunbathing-nya, ntar gosong. Kita pun segera beberes. Packing peralatan dan bongkar tenda. We will come back into reality. Sebenernya berat banget ninggalin Tanjung Lesung: pemandangannya indah, suasananya tenang dan sepi, jauh dari hiruk-pikuk. Ah..!! Nikmati sekali hidup ini.

***

10.6.13

Morning Serenity Bageudur Beach


Belum pernah ke pantai setenang dan sesepi ini. Walaupun ada beberapa saung sangat-sangat sederhana yang menyediakan toilet dan cemilan pengganjal perut, namun tetap saja sepi pengunjung. Hanya ada beberapa nelayan saja.


Pantai landai yang menghampar luas. Suara ombak pantai yang sayup-sayup. Ombaknya nggak gede-gede amat seperti Pantai Selatan Jawa umumnya yang besar, namun bergulung-gulung kecil. Mandang langit luas tanpa batas. Sepi! Itulah gambaran Pantai Bageudur, Malingping, Banten. Jadi cocok banget buat yang pengen nyepi.

Kami tiba di Pantai Bageudur subuh-subuh. Suasana masih gelap. Mana gerimis lagi. Nambah spooky aja suasananya.

Mobil berhenti manis di depan gubuk salah satu nelayan. Seorang nelayan pemilik gubuk tersebut yang tertidur di teras langsung bangun dan mempersilahkan kami. Hanya orang-orang yang merasa kurang tidur yang melanjutkan ‘peristirahatannya’ di atas bangku. Seperti Niko, Chevy, Dahlia, dan John.  Api yang menyala di teras gubuk cukup buat menghangatkan kami.



Tak lama pagi mulai terang, namun gerimis masih turun. Melihat keluar gubuk hanya ada ‘sedikit’ jingga di timur. Tertutup awan yang mulai ‘pecah’. Kontan saja, matahari tak nongol.


Seorang nelayan mempersiapkan peralatan untuk menangkap ikan. Semacam pancing dengan tali yang panjang. Nelayan tersebut melemparkan pancing di pantai, tali pancing terus diulur hingga terbawa ombak ke laut. Setelah beberapa saat tali mulai ditarik pelan-pelan, ikan yang tersangkut segera dibawa. Praktis tanpa susah payah mengayuh perahu ke tengah laut.





Hari mulai siang, kami memesan menu sarapan yang amat sederhana: mie-rebus. Dan setelah itu kami melanjutkan perjalanan, meninggalkan silent beach yang tak kira jika agak siangan bakal rame, namun ternyata tetap sepi (pengunjung).



***