25.1.12

Dapat Liburan Ke Cilember Gratis dari ARA (1)

Lagi bingung-bingunnya mau ngisi libur long weekend mau ngapain, eh... dapat ajakan Camping di Wanawisata Curug Cilember, Cisarua, dari ARA (Akar Rumput Adventure). Gratis pula. Tinggal bawa badan dan perlengkapan pribadi saja. Ya sudah tanpa pikir panjang langsung setuju. Yah... itulah keuntungan jadi pelanggan setia sebuah travel agent, hehehe.....

Kalimat penyambutan dengan empat bahasa di
Pintu Masuk Wanawisata  Curug Cilember
















Jum’at malam masih leyeh-leyeh didepan TV. Tiba-tiba ada chat di BBM dari Niko. Pertama sih ngobrol biasa, tapi makin kesini malah diajak liburan ke Cilember. Dia merayu aku bahwa Curug Cilember bagus buat foto dengan teknik low speed, jadi nanti foto air terjunnya ada efek kayak kapas lembut. Yah... karena aku orangnya sangat tergila-gila dengan fotografi maka kena juga rayuannya. Walaupun dia juga mengatakan bahwa itu masuk acara ARA untuk outbond buat karyawan, katanya “Ga apa-apa kamu ikut”.

Karena ini memang liburan gratis makanya aku terserah mau ngapain disana. Secara kalau gratis nggak boleh complaint. Bahkan berstatus ‘anak bawang’ pun nggak apa-apa deh, yang penting liburan. Pokoknya pasrah aja.

Mereka inilah 'biang kerok' yang mengajak aku liburan gratisan
(Kiri ke kanan: Niko, Yanti, Heru)
















Aku lalu packing barang-barang pribadiku ke dalam ransel. Tak lupa membawa kamera kesayangku. Aku meluncur ke ARA di Ragunan. Tiba disana jam menunjukan pukul 21:40, beberapa aktifitas warga pun sudah berkurang, toko ARA sudah tutup, mana ada anjing hitam empat ekor dengan pandangan matanya yang tajam, dan membuat suasana makin horor. Aku kontak Niko, eh... dia lagi makan malam entah dimana, malah ngerjain aku dengan sengaja nyantai biar aku nunggunya lama. Dezig sisan....

Satu jam kemudian, sedan dengan plat nomor R datang. Kendaraan operasional ARA itu yang akan mengantarkan kami ke tempat tujuan. Rupanya di dalam mobil sudah ada Heru yang merupakan tim ARA di acara tersebut. Plus mobil tersebut penuh dengan barang-barang perlengkapan buat camping, seperti tenda, tikar, trangia, anglo, toa, tali-temali, sleeping bag, dll. Bahkan di kursi belakang pun masih ada barang-barang, dan hanya menyisakan space buat seorang saja.

Memang sengaja kami berangkat tengah malam ke Cibodas untuk menghindari macet di jalan yang menuju Bogor atau Puncak. Jalanan malam itu memang cukup lengang dan lancar. Kami menuju ke Basecamp Yayasan Survival Indonesia (YSI)* milik kang Heri Macan. Sekalian juga mau pinjam tenda, karena tenda yang ARA punya jumlahnya terbatas.

Kami disambut oleh Dawai, kemudian Emon dan Hendra. Tak lama kemudian keluarga Om Cepi* dan Om Ao datang satu mobil memakai mobil carry hijau. Wah... suasananya tambah seru aja walaupun tengah malam begini. Kami duduk-duduk ngobrol ngalor-ngidul dengan mereka, tak lama kemudian Tante Bayu (istri Om Cepi) membawakan kopi cappucino hangat untuk kami. Seruput secangkir cappucino memang sedikit mengusir dingin oleh angin gunung dari arah Gede-Pangrango, dimana di bulan-bulan ini memang cuacanya kurang bersahabat, bahkan pendakian ke Gunung Gede-Pangrango pun ditutup untuk beberapa bulan ke depan. Keluarga Om Cepi dan Om Ao sengaja kesini karena akan menghabiskan libur panjang ke Curug Cibeureum. Kami juga meminjam tenda ke YSI untuk melengkapi kekurangan tenda. Kami diberikan tenda yang cukup untuk empat orang, plus tenda besar. Kami pun bermalam disini. Rencananya besok pagi sekitar pukul enam kami harus meluncur.

Bangun pagi ditemani dengan udara dan angin yang sangat dingin. Rupanya dinginnya pagi membuat pagi di Cibodas terasa berjalan lambat. Bahkan sepertinya warga yang tinggal di situ pun enggan memulai harinya. Masih asyik menutupi badan dibawah hangatnya selimut.

Sekitar pukul tujuh pagi kami bergegas menuju ke Cilember. Jalanan di sepanjang Cisarua memang lancar, hanya macet karena aktifitas pasar saja. Sekitar pukul 8:30-an kami sampai di Wanawisata Curug Cilember. Kami membawa barang-barang perlengkapan camping. Bahkan lolos dari pintu tiketing karena sudah booking beberapa hari lalu. Aku kebagian bawa tenda yang beratnya bikin ngos-ngosan dengan jalan menanjak di jalan yang berbatu tertata rapih ini. Rupanya traveling kali ini tak 100% gratis, alias ada embel-embelnya, seperti iklan promosi tarif murah operator telekomunikasi, “syarat dan ketentuan berlaku”. Hadeuh....

Kemudian kami singgah sebentar di sebuah warung. Warung ini telah dipesan untuk menyediakan snack, minuman hangat, dan kayu bakar untuk acara barbeque selama kami camping. Bahkan menyediakan jasa charge batre HP atau kamera. Kami ngopi dan sarapan dengan mie rebus.

Kami menuju ke Camping Ground Lembah Pakis. Hanya menaiki beberapa anak tangga yang berbatu tertata rapih. Di area camping yang sudah kami pesan, kami langsung mendirikan tenda. Camping ground ini seperti lembah (atau memang lembah). Kiri-kanan dan belakang berdiri tebing yang tinggi diselimuti hijaunya pepohonan. Camping ground berundak dan dengan rumput yang menghijau. Ditengah-tengah ada air kalen yang bening mengalir, mengeluarkan riak. Dan disudut ada kamar mandi plus toilet. Juga banyak sekali pohon pakis. Mungkin karena itulah camping ground ini dinamai Lembah Pakis.

Camping ground Lembah Pakis















Aku membantu mendirikan tenda. Membantu dan mengamati beberapa  teknik mendirikan tenda dari Heru dan Niko. Tak lama kemudian Niko menjemput peserta yang sudah sampai di gerbang Wanawisata Curug Cilember. Baru saja enam tenda dari delapan tenda yang harus kami dirikan, hujan turun. Padahal tadi  hanya mendung sedikit. Tak berapa lama kemudian hujan reda, dan matahari langsung menyinari, kami melanjutkan medirikan tenda. Lalu satu per satu pemuda-pemudi dengan kaos hitam yang seragam muncul. Rupanya itu peserta outbond-nya. Kemudian Yanti menghampiri kami dan kami jelaskan beberapa tenda belum terpasang. Yanti ini adalah semacam ‘makelar’ tour. Dia yang mencari orang-orang yang mau traveling kemudian ARA (Niko) yang akan siap menyelenggarakannya.

Bahkan ada beberapa tenda yang minta direvisi posisinya. Atas permintaan mereka, yang tadinya tenda agak ke bawah, kemudian di pindahkan ke area yang agak atas. Peserta berasal dari sebuah perusahaan di Jakarta, jelas di spanduk yang mereka bawa tertulis Harmoni Logistik Jakarta. Peserta tadinya berjumlah 28 orang, dan hanya 2 orang yang tak jadi ikut. Para peserta meletakan barang-barangnya di tenda yang mereka pilih, “satu tenda untuk empat orang” seru kami.

Setalah makan siang, istirahat sebentar, dan sholat dzuhur acara dilanjutkan dengan beberapa fun game. Kali ini di pandu oleh Lazuardi alias Rantip. Sebenarnya makhluk yang satu inilah yang bertanggung jawab atas terselenggaranya acara ini, namun karena ada tugas ke Bali maka persiapan teknis didelegasikan ke Niko. Dia baru saja datang dari Bali, dan langsung menuju ke Cilember. Sebelum fun game dimulai, Rantip tampak sibuk menyusun permainan yang akan diberikan kepada peserta. Dan pembagian tugas game mana yang harus dipegang oleh kami. Aku kebagian game spider web, Heru kebagian magic stick, Niko kebagian water toxic, Rantip sendiri memegang traffic jam sedangkan Yanti hanya pengamat saja. Aku tak tahu detail masing-masing game, karena ini juga pengalaman pertama kali aku memegang event outbond maka aku lebih fokus ke game yang akan aku pandu saja.

Sebelum fun game dimulai, Rantip mengumpulkan para peserta di area yang agak luas. Sementara itu aku diwajibkan memakai kaos seragam ARA berwarna abu-abu mirip celana seragam anak SMA. Wow... kaos tersebut mengeluarkan aroma yang sangat ‘tak enak’, rupanya kaos tersebut habis dipakai tanpa dicuci lagi. Hadeuh... dasar nasib ‘anak bawang’ maka aku manut saja memakainya. Kalau nggak, bisa-bisa aku diturunin di tol ketika pulang (hehehe... lebay).

Semua peserta berdiri melingkar, dan ditengah-tengah berdiri Rantip membawa acara itu. Dengan semangat tinggi dan riang, dia mulai memainkan beberapa game yang seru. Kemudian membagi para peserta menjadi empat kelompok. Kelompok ini nantinya harus diberi nama. Syarat nama kelompoknya yakni hewan yang kecilnya dibawah jempol tangan, dan bisa terbang. Mulailah mereka berisik berdiskusi memikirkan nama kelompok masing-masing. Kemudian terbentuklah Kelompok Lalat, Lebah, Nyamuk, dan Semprang. Lalu mereka diminta membuat yel-yel kelompok mereka. Mulai dari yel-yel yang biasa bahkan ada yang konyol dengan sedikit gerakan tubuh yang bikin geget.

Game dimulai, keceriaan peserta mulai cair membaur. Ada instruksi tangan diangkat dengan satu kepalan tangan ketika instruktur (Rantip) bilang Liberti, posisi lampu merah (jalan raya), dengan peserta yang berposisi jongkok, rukuk, dan berdiri, dengan mengucapkan merah (jongkok), kuning (rukuk) dan hijau (berdiri), formasi mawar dengan tiga orang saling berpegangan tangan melingkari peserta ditengahnya, dan posisi kereta api, dengan saling memegang pundak rekan didepannya dan harus berjumlah lima orang. Dan game terakhir posisi ular, semua peserta dibagi dua kelompok, dimana posisi kepala ular mencari ekor ular lawannya dan tidak boleh putus berpegangan pundak rekannya. Wah... pokoknya seru banget.

Saatnya ke game per kelompok yang membutuhkan kekompakan, koordinasi, dan kerjasama tim, yakni spider web, magic stick, water toxic, dan traffic jam. Aku memandu game spider web. Dalam game ini salah satu peserta harus melewati segitiga dalam jaring yang telah dibuat, dengan ketinggian jaring kira-kira 1,5 meter dari tanah, sedangkan yang lainnya berusaha bersama, bagaimana caranya agar rekan mereka melewati jaring tersebut tanpa menyentuh secuil pun anggota tubuh dan bahkan sesuatu yang melekat ditubuh. Untuk strategi, taktik, dan teknik bagaimana melewati lubang jaring tersebut aku serahkan ke setiap kelompok, terserah mereka mau pakai metode apa. Pertama aku memberi kesempatan kepada peserta hingga lolos. Jika sudah lolos lalu mereka berpacu dengan waktu untuk melewati jaring tersebut.

Lazuardi 'Rantip' memandu fun game

Yel-yel dari Kelompok Nyamuk

Posisi Liberti

Posisi 'lampu merah' 

Formasi 'mawar'

Formasi kereta api

Formasi Ular

Salah satu kelompok melewati jari dalam Spider web game
























































































































Seluruh total permainan telah mereka lalui. Sore menjelang. Selesai istirahat sebentar dan sholat ashar, mereka bersiap menuju ke Curug 5. Lokasinya berada diatas camping ground kami. Menurut kabar yang aku dengar, Cilember memiliki curug (air terjun) sebanyak tujuh buah, namun curug yang dekat dengan posisi kami adalah Curug 5 dan Curug 7.

Mendaki beberapa anak tangga yang lumayan bisa bikin kaki sedikit pegel dan mengeluarkan keringat juga, akhirnya kami sampai di Curug 5. Di dekat curug tersebut juga ada warung makanan kecil, bahkan terlihat ada orang lain yang camping di dekat curug tersebut.

Curug 5 memang unik. Air jatuh dari tebing yang tinggi menghujam ke bawah. Di dasar sudah ada pepohonan yang seolah-olah menantang air yang diguyur dari atas. Riak airnya yang menabrak bebatuan memang sangat bagus untuk fotografi dengan teknik low speed pada setting-an shutter speed-nya. Sehingga akan mengahasilkan foto dengan aliran air yang akan tampak seperti kapas.

Menuju Curug 5

Curug 5 (a)


Curug 5 (b)

Curug 5 (c)

Mejeng dengan background Curug 5




























































































Puas menikmati sejuknya air curug dan berfoto-foto ria, kami bergegas menuju tenda. Istirahat sebentar dan mandi, kemudian mempersiapkan diri untuk menikmati barbeque di malam hari. Atas permintaan peserta, malam hari memang tak ada acara dinner. Mereka sengaja membawa ayam mentah, sosis, peralatan membakar, bumbu untuk sate dll untuk barbeque. Kami (ARA) hanya menyediakan kayu bakar, arang, dan api untuk menunjang kegiatan mereka. Aku membawa anglo sebanyak 2 biji, Niko membawa arang, sedangkan Heru membawa jagung dari warung tadi. Sesampainya di camping ground, Heru segera membuat api pada arang di atas anglo, sedangkan Rantip yang dari tadi bersama para peserta sudah membantu membuat api besar, yang kayunya telah diantar oleh seorang bapak (yah... mungkin itu penjual kayunya kali).

Menikmati malam dengan bakar jagung
















Setelah bara memerah di atas anglo, aku membakar jagung dengan terus mengipasi anglo supaya bara tetap menyala. Tampak terdengar lagu-lagu dan suara gitar terdengar dari tenda mereka. Rupanya mereka menikmati malam ini, pikirku.

Malam semakin larut. Udara gunung berhembus dingin menusuk tulang. Saatnya tidur dan masuk kedalam tenda. Tak lupa aku menutupi seluruh anggota tubuh dengan jaket, celana panjang, kaos kaki dan gloves supaya tetap hangat sepanjang tidur. Semoga besok menyenangkan.


Thanks to Niko, Heru, dan Lazuardi ‘Rantip’ dari Akar Rumput Adventure.
*selengkapnya baca di posting-an sebelumnya ‘Pendakian Gunung Gede’

Tidak ada komentar: