28.8.12

[Photograph] Permadani Dieng

Libur Lebaran yang panjang, dimanfaatkan buat traveling ke Dieng. Dataran tinggi memang membuat landscape-nya indah untuk diabadikan. Landscape pegunungan yang berundak, petak-petak hamparan kebun sayuran yang di kanan-kiri jalan bak permadani. Plus hawa yang sejuk. Bersatu padu dengan nilai historis, seni dan budaya, kuliner, dan juga alam. Inilah Dieng.












































27.8.12

When I Come Back Home (2): Icip-icip Di Majenang


Tak ada hal yang nikmat ketika pulang ke kampung halaman tercinta, kecuali menikmati makanan rumahan. Biasanya otak dan lidah langsung tertuju ke makanan mendoan, tempe tipis yang dilumuri tepung dan digoreng setengah matang, terus disantap hangat-hangat. Makanan ini memang khas dari (Karsidenan) Banyumas. Ibu biasanya sudah tahu kalau aku pulang pasti itu yang diminta.

Selain makanan rumahan, aku dan Mas Anwar biasanya dinner di Majenang. Bebek goreng yang berada di Majenang menjadi menu favorit kami. Lesehan yang menjadi pilihan kami untuk memenuhi hasrat ini adalah Aneka Sari. Beratapakan terpal dan gerobak sebagai pajangan menu. Lesehan yang buka mulai petang ini, memang menjadi magnet tersendiri bagi pecinta kuliner.

Disini tersedia menu bebek bakar/goreng, ayam goreng/bakar, dan menu andalannya: nasi bakar. Nasi bakarnya memang gurih. Berisi suwiran daging ayam, jamur, potongan cabe merah dan daun kemangi yang bikin wangi. Nikmat banget. Banyak juga pengunjung yang memesan menu ini.

Bebek bakarnya nikmat. Kecapnya pas, manis namun tak terlalu manis. Matangnya juga pas, panasnya daging dari bara api, awet banget, sehingga nikmat saat menyantapnya.




















Untuk menyantap menu ini, sudah tersedia lalapan khas sunda, mentah! Tanpa dipesan atau diminta, lalapan ini datang begitu saja, semacam menu pelengkap. Tak afdol rasanya menikmati menu ‘utama’ tanpa lalapan dan sambal. Lalapannya terdiri dari leunca, kemangi, daun kol, dan mentimun. Sambal terasinya nendang banget pedesnya.

Melipir sedikit ke arah timur, tepatnya di depan Toserba Yogya, ada foodcourt yang menyediakan ‘hidangan penutup’ yang unik. Es krim rujak. Ya... kedengaran tak umum. Perpaduan antara rujak dan es krim dalam satu cup. Sudah bisa ditebak isinya rujak dengan beraneka buah-buahan yang dipotong-potong kecil-kecil plus dengan saus kacang yang pedes, ditambah diatasnya es krim dingin dengan rasa buah yang lembut. Rasanya rame banget, manis plus pedes, juga ada sedikit kecut-kecut, pastinya tambah sensasi dingin dari es krim. Unik banget rasanya...




































Di dekat pertigaan Cigaru, Pahonjean, Majenang, ada Pondok Lesehan Pak Gayor. Menu yang tersedia cukup komplet, mulai dari seafood, mie, hingga sup buntut. Kami memesan gurame asam manis. Kuahnya memang pas, namun sayang ikan guramenya terlalu lembek. Untuk cumi asam manisnya juga pas. Daging cuminya tidak kenyal seperti karet. Keren-nya, setiap kita memesan menu apa saja di sini pasti akan ada teh hangat dan ditambah lalapan berupa kangkung, irisan wortel dan welok yang direbus setengah matang, dan disediakan sambal terasi, tanpa diminta.





















Yap. Itulah tempat yang sering kami rindukan pas pulang ke rumah. Suatu saat nanti kami akan mencoba kuliner enak lainnya. 

Menjajal Surfing Di Pantai Cimaja




















Semenjak datang di Cimaja, Caesar sudah memegang-megang surfingboard yang ada di persinggahan. Tampak tak sabar untuk memainkannya. Sepertinya dia antusias untuk berselancar ria di pantai. Tak beda dengan Caesar, Jhon yang tampak kalem, juga menginginkan hal yang sama.




















Pantai Cimaja, sudah terkenal akan olahraga air yang ekstrim ini. Tidak hanya dikenal oleh wisatawan domestik saja, namun juga wisatawan mancanegara. Ombak pantai selatan memang mendukung untuk kegiatan surfing. Bahkan event surfing internasional pun sering dilaksanakan disini. Jika Bali punya Pantai Kuta, maka Jawa memiliki Pantai Cimaja untuk dijadikan arena surfing.

Siang itu, langit cukup cerah dengan awan yang sedikit menutup matahari. Langit berselimut warna kelabu awan tipis. Setelah beristirahat Caesar mulai melihat-lihat beberapa surfingboard, tampak dia memilih mau memakai yang mana. Jhon yang entah dari mana, datang dengan teman main surfing-nya dari Cimaja. Tampak mereka mengobrol sesuatu tentang olahraga ekstrim ini.

Caesar menuju ke pantai dengan membawa sufingboard berwarna biru. Bismar membawa surfingboard berwarna kuning dengan pinggiran biru, ditemani oleh Jhon. Mereka ke tengah laut, menuju ombak yang lebih besar. Beberapa kali Caesar mencoba berdiri di atas surfingboard namun selalu gagal. Berkali-kali terjatuh ke ombak laut, serasa sulit mengangkat dan menahan keseimbangan tubuh diatas surfingboard. Bismar pun begitu, tak beda dengan Caesar. Tampak pula dengan sabar Jhon memberikan arahan.

Walaupun beberapa kali gagal berdiri meluncur di atas surfingboard, Caesar tak menyerah. Dia berusaha terus. Bahkan sempat mengganti surfingboard-nya.




















Tak lama kemudian, teman Jhon yang sudah mahir, menunjukan aksinya. Dia begitu mudahnya beratraksi berdiri meluncur diatas surfingboard, meliuk mengikuti gelombang air laut. Bahkan anak kecil (mungkin seumuran SD) juga tampak lihai memainkan surfingboard. Ini yang membuat Caesar merasa ‘dilecehkan’ oleh aksi anak tersebut. Ya jelas, seorang anak kecil sudah bisa menunjukan aksinya di atas surfingboard, sementara Caesar belum satu kali pun bisa berdiri di atas surfingboard, padahal ngakunya sudah berlatih selama dua bulan di Pantai Kuta, Bali.
























Tak mau merasa kalah dengan anak kecil itu, Caesar pun mencobanya kembali. Masih harus berjuang supaya bisa berdiri di atas surfingboard, dan bermanuver dengan gelombang, walaupun mengganti dengan surfingboard yang lain.

Femi datang dengan teman Jhon. Dia minta coaching surfing sebelum memulainya dengan ombak. Teman Jhon pun memberi arahan dengan jelas. Semua gerakan diikuti Femi. Cukup beberapa menit coaching selesai, dan siap mengeksekusinya dengan ombak.






















Yang lain pun tergiur dengan permainan papan selancar itu. Armi, Zuhri, Chevy, Lia, Niko, dan Erik beramai-ramai bergantian memakai surfingboard. Aksi mereka pun tak beda dengan Caesar dan Bismar. Tak terasa hari sudah sore. Nyatanya kami terlalu asyik menikmati ombak Cimaja dengan bermain surfing.




26.8.12

Suatu Sore Pada Musim Kemarau Di Bantarmangu


Jalanan desa yang hanya selebar mobil kecil terasa begitu menyiksa. Aspal terkelupas diganti dengan batu-batu kecil, plus debu yang tebal, membuat siapa yang saja yang berjalan harus mengenakan masker. Semak-semak mengering, banyak pepohonan yang menggugurkan daunnya. Sungai kecil telah mengering, namun sungai besar masih menyisakan airnya (sedikit). Ini bulan Agustus, puncak dari musim kemarau.



















Itulah sedikit keadaan Desa Bantarmangu, Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Cilacap. Desa tersebut tak jauh dari Jalan Utama Jalur Selatan Jawa. Jarak dari Jalan Utama, kira-kira 2 km, desa tersebut bisa dijangkau dengan mudah, namun untuk menuju kesana tidak ada angkutan umum selain ojek atau mobil bak terbuka. Mobil bak terbuka hanya pada jam-jam tertentu saja, seperti pagi hari saat penduduk akan berniaga, menjual hasil bumi ke desa lainnya. Untuk ojek ada selama 24 jam.

Jangan dibayangkan desa ini jauh dari ‘peradaban’ walaupun mungkin melihat kondisi jalanan yang rusak. Rumah-rumah penduduk rata-rata sudah berdinding tembok, dan warga sudah memiliki motor. Mata pencaharian mereka kebanyakan bertani. Selain itu juga merantau ke kota.

Sore itu, anak-anak kecil tampak asyik mandi di sungai, tepatnya di dam, dekat Jembatan Kali Kawung. Air memang sedikit, namun adanya cekungan dekat dam membuat air yang tertampung bisa untuk keperluan sehari-hari seperti mencuci dan mandi, bahkan ada yang memancing dan memelihara ikan (sedikit) di dalam keramba sederhana.



Tak peduli apakah ini dikatakan pornografi atau apa, tak sehelai pun kain yang menutupi anak-anak itu berenang. Melompat dari atas dam, saling menceburkan diri ke air, atau lomba renang hingga suatu titik. Di sisi lain, ibu-ibu tampak sibuk mencuci pakaian. Tiga pria berdiam duduk santai diatas batu, menunggu ikan memangsa umpan pada kail mereka.




















Tak jauh dari situ, ada tanah lapang. Para remaja bersepatu dan perpakaian olahraga asyik memainkan si kulit bundar. Olah raga sore memang menjadi kegiatan rutin remaja disini. Lapangan dengan rumput yang mulai mengering dan gawang tanpa jaring. So simple.



















Sunset, memang tempat ini unrecomended buat kegiatan hunting foto. Sulit mencari objek yang ciamik. Karena di sebelah barat sudah ada bukit yang menghalangi moment matahari tenggelam. Jika sedikit jeli, dan mau naik ke atas tanah yang sedikit tinggi maka akan mendapatkan sunset, namun itu pun tak ‘seberapa’. But itu pun tak bakal mengecewakan kok!