Dari persinggahan kami di
Cimaja, Sukabumi, subuh-subuh kami langsung meluncur. Meliuk di jalanan
Cisolok-Cimaja dengan kondisi naik turun, dan lebar jalan yang pas untuk dua
mobil ukuran biasa. Di sisi kiri terdengar deburan ombak Samudera Hindia, kadang
terhalang oleh penginapan, rumah penduduk, teras untuk bersantai dan
kebun-kebun. Walaupun jalanan dekat pantai, namun kondisinya tidak landai,
alias naik-turun.
Kami berhenti di dekat
dua tower telekomunikasi, dengan
kontur tanah lebih tinggi dari area sekitar, terpampang papan bertuliskan
Karang Aji. Masuk ke dalam kebun kelapa yang ada di sekitarnya. Menembus
ilalang kering yang gatal setinggi lutut kami, dengan jalan setapak berbatu
yang telah ditata rapih. Terlihat ke bawah dengan panorama lautan yang luas,
dengan bertabur perahu-perahu nelayan yang hilir mudik dari dan ke pantai.
Disisi sebelah timur, ada
“space-area” dengan dinding tembok
setinggi pinggang, langsung bersebelahan dengan jurang yang langsung ke laut.
Terlihat dibawah ada dermaga kecil. Para nelayan membongkar muatannya.
Laki-laki dan ibu-ibu di pinggir pantai berlari cepat mennyambut perahu nelayan
yang baru tiba.
Terlihat pula rumah-rumah
penduduk, dengan atapnya yang berwarna orange
kumal. Hamparan pasir pantai, dengan dermaga kecil yang terbuat dari tumpukan
batu.
Sunrise
yang kami nanti tak tampak di ufuk timur. Langit diselimuti kabut yang
menghalangi sinar dan gagahnya matahari. Yang ada langit berwarna abu-abu.
Matahari hanya nongol sebentar, lalu
tertutup awan kelabu tipis lagi. Secepat kilat itu pula matahari menghilang.
Kami hijrah ke arah
barat, berharap masih ada moment ciamik yang lainya. Kami memarkir
kendaran di dekat salah satu TPI (tempat pelelangan ikan). Suasana masih belum
terlalu sibuk ketika kami datang. Lelaki masih duduk-duduk santai di
bangku-bangku dibawah atap saung-saung sederhana.
Di pantai ombak berderu
cukup manja. Riuh anak-anak bermain bola. Memamerkan atraksi melambungkan bola
ke langit, dan meng-over ke teman
lainnya. Muda-mudi tampak sedang asyik menikmati pagi dengan berjalan santai sambil
kaki mereka ‘dielus-elus’ oleh ombak. Anak kecil tampak gembira mandi di
pantai. Di sebelah barat tampak hutan yang kering karena musim kemarau. Nelayan
mulai beraktifitas. Kami sibuk mencari moment.
Niko malah antusias membidik matahari yang mulai meninggi di sebelah timur.
Tali seukuran jempol kaki
orang dewasa menjulur dari darat ke laut. Rupanya ini ada tali penahan perahu
nelayan ketika tertambat. Tak lama kemudian suara mesin perahu meraung. Perahu
menghampiri pantai, lelaki yang ada di pantai segera berlarian menuju ke arah
perahu itu. Tangan-tangan mereka dengan sigap menerima beberapa keranjang dengan
bobot sekitar 30-an kg, berisi ikan sulayang, seukuran stabilo. Ada juga drum plastik
berwarna biru. Yang ini mereka harus mengangkutnya dengan tenaga dua orang.
Ikan kecil segar
terkumpul di pantai. Warga berkerumun menghampiri hasil tangkapan tersebut.
Sementara itu para tengkulak mulai menghitung hasil tangkapan baik di dalam
keranjang bambu atau pun yang didalam drum plastik. Dan traksaksi pun dimulai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar