25.3.14

Menyambut Pagi Di Monas







Minggu pagi di Jakarta akan disambut hangat oleh warganya. Karena hari inilah warga bisa melepaskan diri dari rutinitas. Apalagi kalau pas car free day, jadi ajang buat acara keluarga atau sekedar dengan teman-teman sebaya.

Tak terkecuali di area Monas. Area yang lapang ini akan dibanjiri warga Jakarta. Dari subuh hingga pagi. Warga sudah siap dengan property untuk berolah raga atau sekedar main dan santai belaka. Dan pagi hari pula, kami mendapat pemandangan yang bagus dengan langit biru (yang sulit kami dapatkan di Jakarta) dan matahari pagi yang mulai menghangatkan hari.

***

20.3.14

Senja Di Situ Patenggang








Kami sampai sudah sore. Hujan pula. Jadi keindahan situ yang terkenal di daerah Ciwidey, Bandung ini hanya bisa dikatakan ‘kurang-maksimal’. Alhamdulillah tak berapa lama hujan reda. Dan awan mulai begerak perlahan seolah-olah memberi kesempatan kepada matahari untuk menyinari. Dan amazing banget, panorama indah saat matahari tenggelam. Kami rela agak masuk ke tepi situ/danau dengan hamparan rumput. Dengan tanah becek, dan tentunya suhu udara yang mulai turun.

***

16.3.14

Menyapa Kampung Naga














Kami memasuki gapura, setelah lama menunggu jam buka sekaligus guide yang membantu kami menuju Kampung Naga. Kampung yang berada di lembah kecil ini, yang secara administrarif masuk Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Baru beberapa langkah, dan menuruni anak tangga, kami disapa oleh seorang lelaki berpenampilan sederhana, memakai baju hitam, dengan ikat kepala khas orang Sunda. Dialah Mang Ndut, sebut saja begitu. Beliau ini adalah warga Kampung Naga, yang sekaligus berprofesi sebagai guide.

Beliau mengantarkan kami ke kampung etnik ini. Kampung yang terdiri beberapa puluh rumah. Rumah-rumah panggung (hunian, lumbung padi, surau), berdinding anyaman bambu, lantai kayu, beratap ijuk, dan beteras tumpukan batu. Menemui ibu-ibu yang sedang menumbuk padi hasil bumi sawah sekitar Kampung Naga, di salah satu gasibu yang dibawahnya kolam ikan. Mencicipi hidangan sederhana buatan istri Mang Ndut di kediamannya. Juga menikmati alunan bunyi indah dari seruling yang dimainkan oleh Mang Ndut.

Mungkin kampung ini cocok disebut sebagai kampung wisata. Disana-sini sudah banyak ‘peradaban dunia luar’ masuk ke Kampung Naga. Hanya rumah yang masih orisinal seperti layaknya sebuah hunian etnis. Cara hidup warganya sudah seperti kita. Mungkin hanya ritual dan tradisi saja yang masih tetap bertahan dalam gempuran globalisasi. Tapi bagaimana pun, saya mengapresiasi mereka yang telah mempertahankan hasil budaya, setidaknya dalam hal arsitektur atau hunian.


***

12.3.14

[Local Menu] Sundanese Cuisine









Dalam satu pekan, dua kali saya menikmati Nasi Tutug Oncom dan Sambel Leunca. Pertama penasaran dengan menu ini, dan yang kedua malah ketagihan dengan citarasanya yang khas. Nasi Tutug Oncom merupakan campuran nasi hangat dan oncom yang di-mix hingga benar-benar tercampur merata, meciptakan rasa yang gurih.

Sambel Leunca merupakan sambal dengan paduan leunca yang pahit dan cabe rawit pedas. Segar, dan pahit-pahit pedes. Tak ketinggalan Peucak Kacang, yang rasanya seperti karedok, namun ini hanya kacang panjang yang dipotong dan diulek kasar. Untuk menu Semur Jengkol juga patut dicoba, karena rasanya tak mengecewakan.

Nasi Liwet juga pasti tersedia di rumah makan maupun resto yang menyajikan menu dari Tanah Priangan ini. Dan untuk minuman, dianjurkan memilih Wedang Bajigur atau juga Wedang Bandrek, yang pas dengan cuaca di Pasundan yang lumayan dingin. Atau jika cuaca sedang panas, bisa nikmati Es Kelapa Gula Aren yang sega, atau juga jus stroberi dari hasil kebun warga.

***

10.3.14

Penangkaran Rusa Rancaupas











Hujan mulai reda ketika kami berempat sampai di Penangkaran Rusa Rancaupas, Ciwidey, Bandung. Namun hujan kembali turun. Tak banyak kegiatan yang dapat kami lakukan, hanya melihat rusa (Cervus timorensis) di penangkaran yang dipagari kawat, selain memberi makan rusa dengan wortel yang dijual dalam kantong plastik berwarna hitam berukuran kecil.

Hawa sejuk dan dingin menyelimuti. Langit berwarna gelap. Rusa yang ada hanya berteduh dibawah atap seng yang mungkin sengaja dibuat. Tanahnya becek. Dan rusa-rusa polos itu mendekat ketika kami melemparkan wortel. Setelah wortel habis dimakan, dia menatap kami seolah minta tambah. Lalu kami menjulurkan sebuah wortel lainnya dari atas panggung kayu, mereka mendekat, menjulurkan lidahnya untuk menjangkaunya.

Penangkaran ini dalam satu kompleks dengan water boom, tersedia area camping, dan pemondokan. Yang ingin memacu adrenalin, juga tersedia ATV, dan permainan pain ball, tentunya dengan merogoh kocek yang lumayan dalam. Tempat wisata ini juga cocok bagi keluarga, terutama anak-anak untuk mengenal alam.


***

4.3.14

Rancabali Tea Plantation










Terasa kontras suasana pagi hari di Rancabali, Ciwidey, Bandung. Langit mulai terik dengan matahari yang sudah mulai naik, tapi suhu udara tetap saja masih terasa dingin. Terpaksa memakai jaket tebal dua lapis.

Sebelum ‘eksekusi’ untuk hunting, kami berempat sempat ngopi di warung pinggir jalan sekitar Perkebunan Teh Rancabali. Dan kebetulan ada tungku yang masih membara kecil, mungkin sisa menghangatkan suasana tadi malam. Lumayan bisa kami manfaatkan buat nganget (menghangatkan badan) dan penghalau udara dingin.

Kami jelajahi perkebunan teh ini. Hampir ragu dengan spot yang kami pilih, walau sehari sebelumnya kami telah melakukan survey kecil-kecilan. Namun perpaduan langit biru dan hamparan landscape yang menawan, tak membuat kami kecewa. Kami bidik di pinggir perkebunan, hingga masuk kedalam perkebunan. Teh yang menghijau dan langit yang biru, menambah daya fotografis tempat ini, tentunya plus udara yang penuh dengan oksigen, yang baik untuk kesehatan.

***