25.5.12

When I Come Back Home (1): Photo Hunting


Walaupun ini bukan dataran tinggi atau di pegunungan, kabut pagi itu menyelimuti desa yang masih didominasi oleh kebun-kebun dan persawahan yang hijau. Hujan tadi malam meninggalkan jejaknya berupa kabut yang lumayan tebal. Titik-titik embun masih membasahi daun-daun. Pagi itu bisa dikatakan ‘sudah terang’ namun suasana misty masih terasa. Ya itulah suasana yang hening di Desa Surusunda, Karangpucung, Cilacap.

Kabut tebal masih menyelimuti pagi di Surusunda, Karangpucung.















Desa yang masih lekat dengan kehidupan agraris, tetapi masyaraktnya juga sudah mengenal dunia modern. Kehidupan juga masih terasa lambat pagi itu. Pagi masih sepi. Hanya ada sebagian kecil aktifitas warga.

Anak-anak mulai berangkat menuju ke sekolah disekitar, bergerombol dengan teman sebayanya sambil berjalan kaki, atau mengayuh sepeda. Para petani dengan topi capingnya berjalan menuju ke sawah dan ladang, sebelum hari mulai terik. Sementara toko-toko kecil dan warung-warung kelontong mulai dibuka. Desa masih terasa sunyi.
Memakai jaket tebal, dengan mengendarai motor, aku menuju ke desa tersebut. Subuh-subuh sudah meluncur ke tempat tujuan. Niatnya untuk mengejar sunrise, pada golden hour, namun apa daya, dewi fortuna belum memihak pagi itu, karena faktor cuaca dengan adanya kabut.
Well... Mungkin bisa dikatakan aku belum beruntung, tapi aku pikir, suasana misty bisa jadi momen yang patut dibidik, toh... fotografi (landscape) bukan hanya bicara tentang golden hour (sunrise), namun yang tak kalah penting adalah momen.

Para petani merawat padinya dengan mencabuti rumput penganggu.















Beda waktu, beda suasana (cuaca). Di pagi yang lain, aku bisa menikmati sunrise. Tepat di pinggir jalan yang tinggi dengan dataran rendah disampingnya yang sebelah timur, berupa persawahan, dan diujung sana berjejjer dataran tinggi dan pegunungan. Aku berdiri di atas tanah itu, di Desa Ciraja, Karangpucung, menanti matahari terbit. Sedikit awan di langit, detik demi detik matahari mulai muncul. Amazing....

Twilight Saga, sesaat sebelum sunrise, Ciraja, Karangpucung.

Sunrise di Ciraja, Karangpucung.





























Suatu kali di musim kemarau, namun cuaca mendung, dengan awan menghitam di langit, suasana sungguh apik. Di persawahan Cimanggu, tanah yang mulai kering dan timbul belahan-belahan (rekahan) kecil. Pohon yang kering tak berdaun dan saung yang digunakan sebagai tempat berteduh bagi para petani ketika kepanasan. Kamera kembali membidik landscape ini.

Daun meranggas di musim kemarau.

Jerami padi yang dikeringkan tertumpuk rapi, Persawahan Cimanggu.




































Dengan jeli, aku juga membidik yang lain. Jamur. Ya... jamur ini tumbuh diantara jerami padi yang dibiarkan membusuk dipinggir sawah. Tentunya, jamur-jamur itu tidak layak dikonsumsi.

Jamur yang tumpuh dari tumpukan jerami yang lembab.






















Menjelang siang, lanjutkan perjalanan ke arah barat. Tiba di dekat Perkebunan Karet Desa Ciawitali, Cilumuh. Aktifitas warga juga masih tradisonal. Perkebunan Karet menghijau di kanan-kiri jalan. Namun sayang kondisi jalan memang tak mulus, aspal sudah banyak yang lepas.

Andong melintasi jalanan Ciawitali yang rusak.















Pemandangan persawahan yang indah juga bisa dinikmati di Desa Boja, Majenang, juga Desa Banjaran, Salem, Brebes. Kedua daerah ini menawarkan pemandangan persawahan yang yang berundak. Dengan padi yang masih menghijau dan ada juga yang telah menguning. Selain itu juga di sisi kanan kiri sepanjang perjalanan yang menanjak ini akan disuguhkan pemandangan hutan pinus.

Padi yang mulai menguning di Desa Boja, Majenang.

Hutan pinus tumpuh disepanjang jalan Boja.

Saung petani di persawahan Desa Banjaran, Salem, Brebes.

Masjid di bawah bukit, Banjaran.

Lahan yang tinggi membuat area sawah menjadi berundak, Boja.

Jemabtan tua nan kokoh di Boja.




























































































Sore menjelang. Ya... tentu saja sunset yang diburu. Masih di persawahan Cimanggu aku bisa menikmati sunset. Selain itu juga yang paling indah, sunset bisa dinikmati di Desa Negarajati, utara Cilumuh. Memang disini sudah diperuntukan untuk menikmati momen ini. Posisi yang pinggir jalan, dengan area yang lebih tinggi dari yang lainnya, bahkan persawahan dan rumah penduduk berada di dataran yang rendah dan luas, sehingga pemandangan terhampar luas membentang dibawah. Bangku sederhana dari bambu yang agak lapuk juga sudah tersedia disini, sehingga bisa berleha-leha menikmati sore (sunset), dan sambil mencicipi kudapan yang dibawa sendiri. Tampak juga beberapa orang (dan pemuda) berkumpul disini. Sepertinya mereka juga ingin membunuh waktu sore dengan menikmati sunset.

Matahari sore di Persawahan Cimanggu.

Awan mendung pada suatu sore, di Desa Negarajati, Cimanggu.

Senja di Negarajati.

Hari mulai petang di hutan pinus, Negarajati.

























































Kumandang adzan menggema. Aku beranjak menuju Masjid Mujahidin, Majenang. Masjid ini adalah masjid kebanggaan warga Majenang. Posisinya tepat di samping alun-alun Kota Majenang.

Masjid Mujahidin, Majenang.















Kegiatan memburu foto saat pulang kampung, merupakan salah satu cara mengisi liburan, sekaligus menyalurkan hobi fotografi. Sungguh menyenangkan.


Tidak ada komentar: