Kelompok pertunjukan Seni Kuda Lumping Debus. |
Wajahnya polos. Dengan
tenang dia menuju ke tengah-tengah diantara lingkaran penonton. Gadis cilik itu
sepertinya nrimo akan apa yang
dihadapinya, pasrah mau diapain juga.
Tak ada raut muka rasa takut atau was-was bahkan memberontak. Pemuda jangkung
segera melakukan eksekusi. Kain putih dengan ikat disisakan di kedua ujungnya.
Wajahnya dibiarkan terbuka sehingga seperti menyerupai pocong. Setelah kain
menutupi tubuhnya, pemuda itu kemudian melilitkan tali ikat dari leher hingga
kaki, yang hampir bisa dikatakan tak ada cara untuk membebaskan diri, dengan
bentuk tali-temali yang mungkin dikatakan khusus, alias bukan tali mati.
Kemudian gadis itu dibaringkan diatas lantai, topeng barong diletakan
diatasnya. Sang ketua pertunjukan duduk jongkok dengan tangan kanan memegang
muka gadis itu, diam sejenak dan mulut komat-kamit seperti memberi jampi-jampi.
Sementara itu, pemain yang lain menyiapkan sebuah tenda kecil dari kain putih.
Gadis kecil itu pun tak lama kemudian dipindahkan kedalam tenda, ditutup, dan ditinggal
begitu saja, sedangkan pemain lainnya terus melanjutkan pertunjukan yang
lainnya.
Dengan sikap pasrah, gadis cilik ini siap menunjukan aksinya, membebaskan diri dari lilitan tali. |
Pagi itu, matahari sudah
sepenggalah naik. Cuaca yang cerah di Monas menarik orang untuk menikmati Minggu
pagi dengan bersantai ria. Ada yang lari pagi, bersepeda, bermain drum-band, menyalurkan hobi, fotografi,
bermain bulu tangkis, bermain bola, atau sekedar duduk-duduk. Membaca dan
menikmati cemilan yang dibawa dari rumah, atau sekedar menikmati kudapan ringan
khas daerah.
Di sudut plataran Monas,
kerumunan orang berbentuk melingkar menarik kami* untuk menghampirinya. Seni
daerah (tentunya bukan seni tradisional dari Betawi) sedang digelar. Tabuhan
genderang dan gamelan dimainkan sehingga suaranya menggema. Pertunjukannya
membuat penonton mengernyitkan dahi dan sedikit meringgis, karena kadang atraksi
mereka yang bisa dikatakan ekstrim.
Dua pemuda membawa
semacam obor kecil. Gagang yang hanya sebesar lidi dengan ujungnya bulat
seperti dibalut kain, kemudian dimasukan kedalam kaleng berisi cairan yang
mudah terbakar (mungkin sejenis BBM). Ujung bulatan itu kemudian disulut api.
Mulut mereka tampak mengembung, seperti menyimpan sesuatu (cairan). Obor kecil
itu diarahkan di hadapan wajah mereka, tak lama kemudian api besar timbul di depan
muka mereka. Api seolah-olah keluar dari mulutnya. Semburan cairan yang ada
dimulutnya membuat atraksi api yang sangat menakjubkan. Jilatan si jago merah
menyebar ke atas. Tak hanya itu, api yang ada pada obor mereka masukan kedalam
mulut mereka, “memakan apai”. Seperti Penegndali Api (firebender) di film Avatar The
Last Airbender.
Namun sayang, salah satu
temannya ‘gagal’ melakukan atraksi itu, sehingga sang ketua pertunjukan sekaligus
sutradara marah, dan ia pun harus menerima konsekuensinya. Apa hukumannya? Tak
tanggung-tanggung, yakni dengan menjilatkan obor tadi di punggungnya. Sangkalan-sangkalan
pemain tak membuat sutradara menerima alasannya. Sangkalan guyonnya membuat penonton tertawa.
Atraksi yang cukup ekstrim, 'permainan' api. |
Pertunjukan dilanjutkan
dengan memamerkan ketangkasan dan kerjasama tim. Membuat menara manusia. Satu
orang berposisi kayang di bagian bawah. Dua orang naik pada tumit dan pundaknya
sambil berpeganan. Dan satu orang naik ke atas, dia pun harus dalam posisi
berdiri diatas kedua tangannya, dengan posisi kepala dibawah sedangkan kaki
diatas.
Atraksi lainnya: salto, berjalan dengan kaki, dan menara manusia. |
Dan yang terakhir, yang
mungkin bikin orang terheran-heran.
Atraksi si manusia karet. Seorang pemain dimasukan sebuah tabung bergaris yang
seukuran pas dengan tubuhnya. Dengan badan dan kaki yang saling bertumpuk,
tabung itu dimasukan. Tentunya harus ia pun harus membebaskan tabung itu. Satu
kaki masih terlepas. Ia berusaha membebaskan tabung yang membelenggu dari
tubuhnya. Kadang berjongkok kadang diam duduk. Perlahan tabung itu turun. Untuk
mempercepat pelepasan tabung itu ia pun harus membalikan posisinya, kepala di
bawah dan kaki diangkat ke atas, seperti salto. Tak lama kemudian tabung berada
diposisi bokongnya. Dia pun merubah posisi tubuhnya dan segera mendorong tabung
itu kebawah, terbebas sudah.
Si Manusia Karet, mengandalkan kelenturan tubuhnya untuk membebaskan diri dari tabung yang membelenggu ditubuhnya. |
Sang ketua pertunjukan
membuka tenda itu. Merobohkannya. Hanya ada kain putih dan tali. Gadis cilik
itupun entah kemana hilangnya.
Dalam pertunjukan itu pun
tidak melulu membuat orang terheran-heran. Tentu saja diselipkan candaan dan
tingkah jenaka yang membuat orang tertawa, sebagai bumbu humornya.
Catatan:
Semua atraksi/pertunjukan diatas dilakukan oleh profesional atau ahlinya. Dan adegan hukuman
itupun bukan merupakan hukuman sebenarnya, tak lain adalah bagian dari pertunjukan
belaka.
*Aku,
Niko dan Trie.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar