Kami
memasuki gapura, setelah lama menunggu jam buka sekaligus guide yang membantu kami menuju Kampung Naga. Kampung yang berada
di lembah kecil ini, yang secara administrarif masuk Desa Neglasari, Kecamatan
Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Baru beberapa langkah, dan menuruni anak tangga,
kami disapa oleh seorang lelaki berpenampilan sederhana, memakai baju hitam,
dengan ikat kepala khas orang Sunda. Dialah Mang Ndut, sebut saja begitu. Beliau
ini adalah warga Kampung Naga, yang sekaligus berprofesi sebagai guide.
Beliau
mengantarkan kami ke kampung etnik ini. Kampung yang terdiri beberapa puluh
rumah. Rumah-rumah panggung (hunian, lumbung padi, surau), berdinding anyaman
bambu, lantai kayu, beratap ijuk, dan beteras tumpukan batu. Menemui ibu-ibu
yang sedang menumbuk padi hasil bumi sawah sekitar Kampung Naga, di salah satu
gasibu yang dibawahnya kolam ikan. Mencicipi hidangan sederhana buatan istri
Mang Ndut di kediamannya. Juga menikmati alunan bunyi indah dari seruling yang
dimainkan oleh Mang Ndut.
Mungkin
kampung ini cocok disebut sebagai kampung wisata. Disana-sini sudah banyak
‘peradaban dunia luar’ masuk ke Kampung Naga. Hanya rumah yang masih orisinal seperti
layaknya sebuah hunian etnis. Cara hidup warganya sudah seperti kita. Mungkin
hanya ritual dan tradisi saja yang masih tetap bertahan dalam gempuran
globalisasi. Tapi bagaimana pun, saya mengapresiasi mereka yang telah
mempertahankan hasil budaya, setidaknya dalam hal arsitektur atau hunian.
***