Kalau
Solo memiliki Laweyan sebagai kampung batik, maka Jakarta juga memiliki kampung
batik pula. Berada di Palbatu, Tebet, Jakarta, Harry dan tiga orang rekannya
menggagas sebuah kampung batik. Ide yang muncul dari cita-cita untuk memiliki
‘ruang kreatifitas’ dan sebagai agen ‘pelestari’ budaya sendiri, Betawi.
Awal
berdiri sekitar Mei 2010, kampung ini menggelar kirab budaya bertemakan batik.
Pentas fashion show untuk anak-anak
dengan kostum batik, panggung hiburan pun digelar. Juga mendekorasi aspal
jalanan gang-gang Palbatu dan tembok rumah warga dengan motif batik.
Kami
masuk ke sebuah rumah mungil dengan atap pendek dan bercat putih. Dari luar
tampak seperti studio yang menjual kartu undangan pernikahan. Setelah
sebelumnya kami bertanya pada warga sekitar dimana tempat sang penggagas
kampung batik Palbatu. Domino, memang
menjual kartu undangan pernikahan, terutama dengan desain batik. Sang pemilik,
Harry, yang juga sekaligus salah satu penggagas kampung batik Palbatu, sangat welcome menerima kunjungan kami
berempat.
Harry
sangat antusias menceritakan kepada kami tentang kampung batik Palbatu. Jakarta
yang (mungkin) belum memiliki tradisi membatik, membuat Harry sempat
medatangkan 20 orang pengrajin batik pada awal berdiri kampung batik, dari
beberapa daerah seperti, Jogja, Solo dan Pekalongan. Namun kebanyakan dari
Pekalongan. Mengajari warga Palbatu membatik, menggoreskan malam (wax) panas pada selembar kain mori putih-polos,
dengan desain unik.
Tak
banyak warga yang melanjutkan membatik, menjadi kendala tersendiri. Tak bisa
dipungkiri hal ini terkait dengan perihal ekonomi, apa bisa menghidupi keluarga
dengan membatik? Mungkin pertanyaan itu, tak berlaku bagi kampung batik di
Solo, Cirebon, Pekalongan, dan Jogja, tapi di Jakarta lain lagi persoalannya.
Jika
batik dari beberapa daerah memiliki motif yang menjadi ciri khas, semisal Cirebon
dengan motif megamendungnya, maka batik Jakarta (batik Betawi –selanjutnya
disebut batik Betawi-) belum memiliki karakteristiknya. Bisa dikatakan batik
kontemporer. Motif Ondel-ondel, seni Lenong, tanjidor, dan Monas (segala hal
mengenai Jakarta/Betawi) menjadi motifnya. Namun sayangnya motif itupun
pengerjaanya dilakukan oleh orang non-Jakarta (pengrajin dari Pekalongan)
dengan desain motif ‘pesanan’. Tetapi setidaknya, batik Betawi sedang mencari
identitasnya.
Bukan
hal mudah mewujudkan kampung Batik Palbatu. Awalnya, banyak yang kontra dengan
ide Harry. Mengecat tembok di luar ruang juga banyak yang menolaknya, dengan
alasan estetika. Proposal yang diajukan pada awal pendirian Kampung Batik
Palbatu baik mecari sponsorship
maupun perizinan dari instansi terkait, tidak ada satu pun yang tembus. Namun
dengan niat dan tekad, dia dan rekannya bisa mewujudkannya, tentunya dengan
penuh ‘pengorbanan’.
Ketika
masuk ke Palbatu, jauh sekali dari ekspektasi kami. Kampung batik dengan
beberapa pengrajin, penjual batik, dan tokoh yang berkecimpung di batik tak
dapat kami jumpai. Memang Harry juga mengatakan bahwa ini jauh dari haparannya,
namun ini sebagai langkah untuk mewujudkan mimpinya mendirikan Kampung Batik
Betawi yang sesungguhnya. Semoga.
***
1 komentar:
nah untuk mencari batik betawi terlengkap ada disini: batik ndreyon
Posting Komentar