Traveling
biasanya perlu nginep juga. Begitu
juga kami ketika jalan-jalan ke Cirebon ini. Dari awal berangkat tidak ada
diantara kami yang kepikiran buat nginep dimana. Boro-boro reservasi penginapan murah, yang ada malah pada cuek bebek semua. Pas hari menjelang
malam baru kepikiran.
Untungnya
ada Niko yang setia dengan tendanya. Jadi kita akan nenda di pantai Cirebon (pilihan yang ekonomis buat kantong kami).
Tapi melihat pantai Cirebon yang ngenes
banget kondisinya, maka kami putuskan nyari
tempat lain saja. Om Usman, rekan Niko yang kebetulan tinggal di Cirebon juga
bingung buat ngasih advice mau nginep dimana. Ide tercetus di kaki
Gunung Ceremai arah pulang, padahal kami masih pengen ngerasain suasana Cirebon esok harinya. Niko mengusulkan Googling by smartphone nyari Sidomba, apa bisa buat camping atau nggak. Dan
pencarian pun sepertinya membawa hasil. Sidomba cocok buat camping. Yess!!!
Kami
pun meluncur jaya menuju ke tempat yang dimaksud. Namun sayang, kami malah datang
pas waktu isya. Kami tanya ke security
Sidomba, tapi rupanya tak diberi izin masuk, karena kami datangnya kemalaman.
Kami memang harus reservasi dulu, minimal jam empat sore kepada pengelola. Dengan
muka memelas pun rupanya tak mempan membuat security
itu membukakan pintu masuk. Mereka juga sudah kontak atasannya namun tak diberi
izin juga. Akhirnya kita nyari tempat
yang lain.
Di
jalan kami malah bingung mau camping
dimana. Tercetus ide camping di
Linggarjati. Om Usman tampak sibuk mengontak beberapa rekannya untuk menanyakan
apakah tempat tersebut bisa buat camping
dan bisa diizinkan jika sudah malam begini?
Akhirnya
kami sampai di Linggarjati, petugas keamanan tanpa pertimbangan yang berat
mempersilahkan kami buat camping di tempat
ini. Alhamdulillah… thanks God.
Kami
mencari spot yang cocok buat camping. Akhirnya nemu, lokasinya tak jauh dari mushola, dan jalan. Segera dua buah
tenda didirikan. Soal mendirikan tenda memang tak ada masalah, soalnya kami
memang sudah terampil mendirikan tenda, apalagi ada Chevy dan Niko yang pengalaman
mendirikan tendanya sudah tak perlu dipertanyakan lagi.
Dua
buah tenda sudah berdiri, namun perut lapar. Akhirnya kami membuka bungkusan
hasil belanjaan dari minimarket yang semua orang sudah tau. Beberapa mie instan kami rebus, ditemani dengan cemilan
‘barang-pecah-belah’ semacem rempeyek
dan keripik. Dari perut naik ke mata: kenyang+ngantuk. Kami bergegas menuju tenda, tidur hingga subuh menjelang.
Pagi
sudah terang, tapi temen-temen yang
lain pada masih ngeringkuk di dalam
tenda. Sepertinya nggak peduli sama segernya udara pagi Linggarjati.
Tak
lama kemudian, temen-temen yang lain
pada keluar tenda. Khususnya yang ngerasa
lapar. Dengan bahan baku sisa mie instan, telur dan roti tawar kita memasak. Om
Usman mulai menunjukan ‘kasih sayangnya’ sebagai seorang ‘ayah’. Dia memanggang
roti diatas trangia, kemudian mengoleskan selai atau susu cokelat dan
menawarkannya kepada kami. Selain itu juga memesan kopi hangat dari warung
sebelah yang mulai buka. Thanks ya Om…
Chevy
yang dari malam didaulat menjadi ‘koki’ kami menunjukan bakatnya lagi. Kali ini
memasak menu yang belum pernah kami temui di resto mana pun :
telur-dadar-mie-sosis. Glek…!
Tapi
nggak disangka, ternyata cita rasanya
sungguh la to de zies… lazies!
(meminjam istilah Benu Beloe). Sikat abis…
Oke,
perjuangan mencari ‘penginapan’ sudah usai. Kami harus berpamitan dengan
indahnya alam Linggarjati, terutama juga harus berpamitan dengan penjaga taman
Linggarjati ini yang telah memperkenankan kami nginep di sini. Tenda di bongkar, sampah-sampah dibersihkan dan
dibuang pada tempatnya. Save the earth
guys…
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar