Yanthi langsung melambaikan
tangan pada Utamie dari Caldera Rafting,
tanda salam, saat mobil kami tiba di parkiran. Kami memang terlambat datang
satu jam dari yang dijanjikan karena faktor jalanan yang macet. Utamie langsung
menyambut kami. Langsung dibawanya ke tempat makan di lantai atas. Suguhan
bala-bala (bakwan) dan pisang goreng menjadi snack penyambut kami. Tentu saja teh dan kopi bisa bikin sendiri di meja yang telah
disiapkan.
Kami berlima rafting di Citarik. Yanthi yang jago banget bikin acara travel telah sukses meyakinkanku buat gabung. Dia bareng
teman-teman yang lainnya. Ada Dini yang suka bercanda, Soffur yang bersuamikan
orang Italia, Claudio, yang tergila-gila dengan nama Cicurug, salah satu daerah
yang ada di Kabupaten Sukabumi.
Setalah rebahan sebentar karena
lumayan capek perjalanan dari
Jakarta-Citarik yang lumayan lama (sebenernya jaraknya deket, cuma Claudio nyupirnya masih kebawa nyupir ala Italia yang teratur dan taat
berlalu lintas plus kena macet di Pasar Cibadak), kami mempersiapkan diri buat rafting. “Skipper-nya sudah siap” kata Utamie memberi tahu.
Dasar rafter amatir, kami kecuali aku nggak pake sandal gunung yang ada
talinya, supaya pas rafting nggak ilang
itu sandal. Untungnya Caldera Rafting
punya stok sandal buat rafting.
Utamie dan stafnya membawa beberapa sandal. Kemudian dikenakan oleh mereka
berempat.
Tak lupa juga kami kudu memakai live jacket dan helmet,
plus dayung. Oke selesai. Kami siap buat mengarungi jeram Citarik. Let’s go!
Seperti biasa kami
diantar ke titik start, naik mobil
bak terbuka. Menyusuri jalanan kecil yang jalannya ancur. Jadi ajrut-ajrutan
deh... Melewati beberapaa rumah dan perkebunan warga.
Sampai di titik start kami dibagi dua perahu. Soffur dan
Claudio bareng satu perahu plus dua skipper. Aku, Dini dan Yanti dalam satu
perahu dengan satu skipper. Memang
satu perahu dibatasi maksimal empat orang. Hal ini dilakukan demi kenyamanan
saat rafting karena debit air Citarik
sedang turun, dibawah standar.
Perahu Claudio melaju duluan dilanjutkan perahu kami. Pertama
mulai, jalan arus masih biasa, namun lama-kelamaan semakin memacu adrenalin. Sempet pula di kerjain skipper-nya, Adul. “Liat ada monyet diatas” kata Adul saat
melintasi pohon besar yang rantingnya menjuntai diatas suangai. Namun tak lama
kemudian, jeram yang besar menghadang. Kami sempet
oleng, namun untungnya tak jatuh ke sungai. “Sial... Kita dikerjain”. Adul hanya ketawa saja.
Adul sang skipper memang kece. Rasa humornya juga ada, jadi suasana cair kayak temen akrab. Plus Dini dan Yanthi
yang doyan banget ngoceh dan
bercanda. Gaduh dah satu perahu.
“Itu buah apa mas?” tanya
Yanthi ketika melihat buat hijau seperti manggis.
“Itu apel Citarik”
jawabnya singkat.
“Enak”
“Enak. Apalagi dimakan
sama nasi dan ikan asin. Trus yang
dimakan nasi dan ikan asinnya saja”
“Hahaha.... ya iya lah”
Kami pun tertawa
dibuatnya.
Kami perhatikan perahu
Claudio, serasa nggak ada
penghuninya: adem ayem, keep silent.
Bandingkan dengan perahu kami yang pasti ruame.
Kami terheran saat perahu
Claudio pelan. Rupanya ada katak di depan perahu mereka. Ya elah cuman katak, kirain apaan. Mereka nggak mau mengganggu katak. Katanya
takutnya itu adalah seorang pangeran yang dikutuk menjadi seekor katak. *emang ini dongeng?* Fyuh...!
Sampai di aliran yang
tenang kami semua, kecuali Claudio menceburkan diri ke sungai. Terapung pelan
di sungai. Nyatanya kami berada di titik sungai yang lumayan dalam, sampai-sampai
kaki aku pun tak nyampe dasarnya.
Kemudian kami lanjutkan
perngarungan sungai Citarik. Melewati penginapan dipinggir sungai dengan model
rumah panggung. Berbilik bambu dan dengan atap daun kirey, sejenis alang-alang.
Terus berlanjut melewati jembatan kali Citarik, Caldera Rafting Station, dan finish
di Caldera Rafting yang jaraknya
sekitar satu kilometer dari station.
Untuk jeram ini kami mengarungi sungai sejauh 9 km, dengan grade crocodile (grade 3).
Sampai di titik finish kami disambut dengan segernya kelapa muda. Tandas semua air
kelapa dan dagingnya kami lahap. Dan berlanjut menuju ke Caldera Rafting Station karena sudah ditunggu oleh mobil bak
terbuka. Kulit muka dan tangan kami item,
gosong terpanggang matahari selama rafting.
Sedangkan Claudio kulit muka dan tangannya merah seperti habis ditampar. Hadeuh...!
To
be continued...