Mandi, makan siang, dan
istirahat sebentar dengan tidur siang sudah cukup buat memulihkan stamina. Aku
keluar kamar Penginapan Angsana namun sudah disambut oleh gerimis, padahal
rencananya kami mau hunting sunset di
Tanjung Layar. Kami menunggu hingga hujan reda, dengan duduk dan bercengkrama
di depan penginapan.
Penginapan Angsana memang
cukup cozy menurutku. Ukuran kamar
standar dengan double bed plus kamar
mandi di dalam. Ekteriornya bergaya vintage
dengan bata ekspos. Terdiri dari lima kamar, dengan pemandangan ke hutan,
berada ditengah sawah warga. Apalagi pas kami kesana sawahnya mulai menguning,
sehingga terasa suasana ndeso-nya.
Air mineral tersaji di depan kamar. Untuk makan ada dapur dan ruang makan
terbuka di sudut penginapan, jadi bisa makan sambil menikmati panorama sekitar.
Selain menu yang sudah disediakan, kami juga bisa meracik dan memasak menu
sendiri.
Hujan sudah reda walaupun
sesekali tetesan air turun dari langit. Kami berjalan menuju Pantai Ciantir.
Tak perlu waktu lama buat kami menuju pantai berpasir putih ini. Hanya beberapa
langkah saja melewati sawah kami sudah berada di pantai.
Cuaca memang nggak cerah seperti yang kami harapkan.
Buat motret pun memang nggak ‘mendukung’. Photography
is not about weather, but it’s about moment (baca: hibur diri). Nilai
positif dengan cuaca mendung jadi kan
kulit nggak gosong kebakar matahari.
Jalan-jalan di pantai juga bisa lebih santai. Woles pokoknya!
Dengan hamparan pasri
putih yang super luas, kita bisa menikmati berbagai macam kegiatan. Tentu saja
kegiatan yang umum semacam mandi di laut. Ngubur
teman dengan pasir dimana kepala yang masih nongol.
Bermain volly, hingga bernarsis ria.
Loncat-loncatan juga nggak ada yang ngelarang.
Sesekali gerimis kecil
turun. Membuat kami harus berteduh sebentar di saung-saung terdekat. Kebetulan
saungnya kosong.
Setelah gerimis reda kami
melanjutkan berjalan menuju Tanjung Layar. Menyusuri pantai dengan pasir putih,
berjalan diantara karang sambil memperhatikan langkah. Dengan sesekali kami
bertemu hewan laut, semacem ikan-ikan
kecil dan laba-laba laut yang bersembunyi di celah-celah karang. Juga ada keong
laut yang malu-malu ngumpet di balik
cangkangnya.
Tonjolan batu runcing
besar terlihat di balik kebun dan saung warung. Ya... itulah dua buah batu yang
menjadi ‘ikon’ Pantai Tanjung Layar. Memang tak berlebihan tempat ini menjadi
favorit para fotografer buat mengabadikannya. Apalagi sewaktu sunset. Batu yang menjulang, karang yang
eksotis, dan deburan ombak membuat tempat ini paling recomended buat hunting
yang menjadi incaran para fotografer.
Mungkin kami tak
seberuntung para fotografer yang mengabadikan sunset Tanjung Layar. Cuaca mendung memang menjadi kendala buat
menghasilkan gambar foto yang ciamik.
Tapi aku tak kecewa banget, soalnya
mendung seperti ini juga tak menjadi masalah. Malah bisa bikin hasil foto yang tak umum.
Hari semakin sore. Petang
datang dan harus berganti malam. Waktu mau pulang hujan turun. Terpaksa harus
menunggu hujan reda di saung-saung yang dijadikan warung menjual aneka snack dan kelapa muda.
Setelah hujan reda kami
berjalan pulang. Melewati kebun-kebun, dengan suara deru ombak air pasang. Berjalan
di jalan setapak yang becek, dan diselimuti petang yang semakin gelap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar