Libur Lebaran yang panjang, dimanfaatkan buat traveling ke Dieng. Dataran tinggi memang membuat landscape-nya indah untuk diabadikan. Landscape
pegunungan yang berundak, petak-petak hamparan kebun sayuran yang di kanan-kiri
jalan bak permadani. Plus hawa yang sejuk. Bersatu padu dengan nilai historis, seni
dan budaya, kuliner, dan juga alam. Inilah Dieng.
27.8.12
When I Come Back Home (2): Icip-icip Di Majenang
Tak ada hal yang nikmat
ketika pulang ke kampung halaman tercinta, kecuali menikmati makanan rumahan.
Biasanya otak dan lidah langsung tertuju ke makanan mendoan, tempe tipis yang
dilumuri tepung dan digoreng setengah matang, terus disantap hangat-hangat. Makanan
ini memang khas dari (Karsidenan) Banyumas. Ibu biasanya sudah tahu kalau aku pulang
pasti itu yang diminta.
Selain makanan rumahan,
aku dan Mas Anwar biasanya dinner di
Majenang. Bebek goreng yang berada di Majenang menjadi menu favorit kami.
Lesehan yang menjadi pilihan kami untuk memenuhi hasrat ini adalah Aneka Sari. Beratapakan
terpal dan gerobak sebagai pajangan menu. Lesehan yang buka mulai petang ini,
memang menjadi magnet tersendiri bagi pecinta kuliner.
Disini tersedia menu
bebek bakar/goreng, ayam goreng/bakar, dan menu andalannya: nasi bakar. Nasi bakarnya memang gurih.
Berisi suwiran daging ayam, jamur, potongan cabe merah dan daun kemangi yang bikin wangi. Nikmat banget. Banyak juga pengunjung yang memesan menu ini.
Bebek
bakarnya nikmat. Kecapnya pas, manis namun tak terlalu manis.
Matangnya juga pas, panasnya daging dari bara api, awet banget, sehingga nikmat saat menyantapnya.
Untuk menyantap menu ini,
sudah tersedia lalapan khas sunda, mentah! Tanpa dipesan atau diminta, lalapan
ini datang begitu saja, semacam menu pelengkap. Tak afdol rasanya menikmati
menu ‘utama’ tanpa lalapan dan sambal. Lalapannya terdiri dari leunca, kemangi,
daun kol, dan mentimun. Sambal terasinya nendang
banget pedesnya.
Melipir sedikit ke arah
timur, tepatnya di depan Toserba Yogya, ada foodcourt
yang menyediakan ‘hidangan penutup’ yang unik. Es krim rujak. Ya... kedengaran tak umum. Perpaduan antara rujak
dan es krim dalam satu cup. Sudah
bisa ditebak isinya rujak dengan beraneka buah-buahan yang dipotong-potong
kecil-kecil plus dengan saus kacang yang pedes, ditambah diatasnya es krim
dingin dengan rasa buah yang lembut. Rasanya rame banget, manis plus pedes, juga ada sedikit kecut-kecut,
pastinya tambah sensasi dingin dari es krim. Unik banget rasanya...
Di dekat pertigaan
Cigaru, Pahonjean, Majenang, ada Pondok Lesehan Pak Gayor. Menu yang tersedia
cukup komplet, mulai dari seafood,
mie, hingga sup buntut. Kami memesan gurame
asam manis. Kuahnya memang pas, namun sayang ikan guramenya terlalu lembek.
Untuk cumi asam manisnya juga pas. Daging
cuminya tidak kenyal seperti karet. Keren-nya,
setiap kita memesan menu apa saja di sini pasti akan ada teh hangat dan ditambah
lalapan berupa kangkung, irisan wortel dan welok yang direbus setengah matang,
dan disediakan sambal terasi, tanpa diminta.
Yap. Itulah tempat yang
sering kami rindukan pas pulang ke rumah. Suatu saat nanti kami akan mencoba kuliner
enak lainnya.
Menjajal Surfing Di Pantai Cimaja
Semenjak datang di
Cimaja, Caesar sudah memegang-megang surfingboard
yang ada di persinggahan. Tampak tak sabar untuk memainkannya. Sepertinya
dia antusias untuk berselancar ria di pantai. Tak beda dengan Caesar, Jhon yang
tampak kalem, juga menginginkan hal yang sama.
Pantai Cimaja, sudah
terkenal akan olahraga air yang ekstrim ini. Tidak hanya dikenal oleh wisatawan
domestik saja, namun juga wisatawan mancanegara. Ombak pantai selatan memang
mendukung untuk kegiatan surfing.
Bahkan event surfing internasional
pun sering dilaksanakan disini. Jika Bali punya Pantai Kuta, maka Jawa memiliki
Pantai Cimaja untuk dijadikan arena surfing.
Siang itu, langit cukup
cerah dengan awan yang sedikit menutup matahari. Langit berselimut warna kelabu
awan tipis. Setelah beristirahat Caesar mulai melihat-lihat beberapa surfingboard, tampak dia memilih mau
memakai yang mana. Jhon yang entah dari mana, datang dengan teman main surfing-nya dari Cimaja. Tampak mereka
mengobrol sesuatu tentang olahraga ekstrim ini.
Caesar menuju ke pantai
dengan membawa sufingboard berwarna
biru. Bismar membawa surfingboard
berwarna kuning dengan pinggiran biru, ditemani oleh Jhon. Mereka ke tengah
laut, menuju ombak yang lebih besar. Beberapa kali Caesar mencoba berdiri di
atas surfingboard namun selalu gagal.
Berkali-kali terjatuh ke ombak laut, serasa sulit mengangkat dan menahan
keseimbangan tubuh diatas surfingboard.
Bismar pun begitu, tak beda dengan Caesar. Tampak pula dengan sabar Jhon
memberikan arahan.
Walaupun beberapa kali gagal
berdiri meluncur di atas surfingboard,
Caesar tak menyerah. Dia berusaha terus. Bahkan sempat mengganti surfingboard-nya.
Tak lama kemudian, teman
Jhon yang sudah mahir, menunjukan aksinya. Dia begitu mudahnya beratraksi
berdiri meluncur diatas surfingboard,
meliuk mengikuti gelombang air laut. Bahkan anak kecil (mungkin seumuran SD)
juga tampak lihai memainkan surfingboard. Ini yang membuat Caesar
merasa ‘dilecehkan’ oleh aksi anak tersebut. Ya jelas, seorang anak kecil sudah
bisa menunjukan aksinya di atas surfingboard,
sementara Caesar belum satu kali pun bisa berdiri di atas surfingboard, padahal ngakunya
sudah berlatih selama dua bulan di Pantai Kuta, Bali.
Tak mau merasa kalah
dengan anak kecil itu, Caesar pun mencobanya kembali. Masih harus berjuang
supaya bisa berdiri di atas surfingboard,
dan bermanuver dengan gelombang, walaupun mengganti dengan surfingboard yang lain.
Femi datang dengan teman
Jhon. Dia minta coaching surfing
sebelum memulainya dengan ombak. Teman Jhon pun memberi arahan dengan jelas.
Semua gerakan diikuti Femi. Cukup beberapa menit coaching selesai, dan siap mengeksekusinya dengan ombak.
Yang lain pun tergiur
dengan permainan papan selancar itu. Armi, Zuhri, Chevy, Lia, Niko, dan Erik
beramai-ramai bergantian memakai surfingboard.
Aksi mereka pun tak beda dengan Caesar dan Bismar. Tak terasa hari sudah sore.
Nyatanya kami terlalu asyik menikmati ombak Cimaja dengan bermain surfing.
26.8.12
Suatu Sore Pada Musim Kemarau Di Bantarmangu
Jalanan desa yang hanya
selebar mobil kecil terasa begitu menyiksa. Aspal terkelupas diganti dengan
batu-batu kecil, plus debu yang tebal, membuat siapa yang saja yang berjalan
harus mengenakan masker. Semak-semak mengering, banyak pepohonan yang
menggugurkan daunnya. Sungai kecil telah mengering, namun sungai besar masih
menyisakan airnya (sedikit). Ini bulan Agustus, puncak dari musim kemarau.
Itulah sedikit keadaan
Desa Bantarmangu, Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Cilacap. Desa tersebut tak jauh
dari Jalan Utama Jalur Selatan Jawa. Jarak dari Jalan Utama, kira-kira 2 km,
desa tersebut bisa dijangkau dengan mudah, namun untuk menuju kesana tidak ada
angkutan umum selain ojek atau mobil bak terbuka. Mobil bak terbuka hanya pada
jam-jam tertentu saja, seperti pagi hari saat penduduk akan berniaga, menjual
hasil bumi ke desa lainnya. Untuk ojek ada selama 24 jam.
Jangan dibayangkan desa
ini jauh dari ‘peradaban’ walaupun mungkin melihat kondisi jalanan yang rusak.
Rumah-rumah penduduk rata-rata sudah berdinding tembok, dan warga sudah memiliki
motor. Mata pencaharian mereka kebanyakan bertani. Selain itu juga merantau ke
kota.
Sore itu, anak-anak kecil
tampak asyik mandi di sungai, tepatnya di dam, dekat Jembatan Kali Kawung. Air
memang sedikit, namun adanya cekungan dekat dam membuat air yang tertampung
bisa untuk keperluan sehari-hari seperti mencuci dan mandi, bahkan ada yang memancing
dan memelihara ikan (sedikit) di dalam keramba sederhana.
Tak peduli apakah ini dikatakan
pornografi atau apa, tak sehelai pun kain yang menutupi anak-anak itu berenang.
Melompat dari atas dam, saling menceburkan diri ke air, atau lomba renang
hingga suatu titik. Di sisi lain, ibu-ibu tampak sibuk mencuci pakaian. Tiga
pria berdiam duduk santai diatas batu, menunggu ikan memangsa umpan pada kail
mereka.
Tak jauh dari situ, ada
tanah lapang. Para remaja bersepatu dan perpakaian olahraga asyik memainkan si
kulit bundar. Olah raga sore memang menjadi kegiatan rutin remaja disini.
Lapangan dengan rumput yang mulai mengering dan gawang tanpa jaring. So simple.
Sunset,
memang tempat ini unrecomended buat
kegiatan hunting foto. Sulit mencari
objek yang ciamik. Karena di sebelah barat
sudah ada bukit yang menghalangi moment
matahari tenggelam. Jika sedikit jeli, dan mau naik ke atas tanah yang sedikit
tinggi maka akan mendapatkan sunset, namun itu pun tak ‘seberapa’. But itu pun tak bakal mengecewakan kok!
Langganan:
Postingan (Atom)