Tiba-tiba saja mobil yang
di kendarai Niko terhenti dekat rel tua. Terasa melintasi rel kereta api dengan
sisi kiri sebuah terowongan sedangkan di sisi kanan sebuah stasiun kecil.
Mataku mulai terbuka setelah terlelap tidur. Tak lain tempat ini adalah Stasiun
dan Terowongan Lampegan, Desa Cibokor, Kecamatan Cibeber, Cianjur.
Suasana siang itu sungguh
hening. Sedikit aktifitas warga.
Rumah-rumah penduduk juga tampak tak menunjukan aktifitas yang berarti.
Sebuah warung kecil yang menjual minuman hanya dikunjungi beberapa pria yang
duduk-duduk santai.
Kami bertiga keluar dari
mobil, menuju terowongan. Melihat ke arah terowongan tua tampak 2-4 orang
sedang asyik memotret. Berpose dengan berbagai gaya tubuh dengan latar belakang
terowongan.
Terowongan tua yaang
bertulis tahun pembuatan 1879-1882, jelas sekali terowongan ini dibangun pada
masa Penjajahan Belanda. Kiri-kanan dan diatas terowongan merupakan hutan
warga.
Terowongan Lampegan
memiliki panjang 686 meter, salah satu terowongan kereta api tua yang dibangun
pada masa Pemerintah Hindia Belanda. Terowongan ini dibangun oleh perusahaan
kereta api SS (Staats Spoorwegen)
pada 1879 hinga 1882, untuk mendukung jalur kereta api Jakarta-Bogor,
Bogor-Sukabumi, dan Sukabumi-Bandung, via Cianjur. Namun karena peristiwa gempa
yang mengakibatkan tanah longsor, terowongan ini kini hanya memiliki panjang
415 meter. Terowongan Lampegan merupakan terowongan kereta api yang pertama di
wilayah Priangan.
Mengenai pembangunannya
banyak versi. Ada yang menyebutkan dibuat secara manual dengan mengerahkan
tenaga manusia, juga ada yang mengatakan dengan cara peledakan. Entahlah?
Dekat Terowongan Lampegan
ada Stasiun Lampegan. Kosong dan tak terawat. Namun bangunannya masih kokoh
berdiri. Meninggalkan sisi-sisi bangunan yang bisu.
Lampegan berasal dari
percakapan orang Belanda ketika kereta api memasuki terowongan. Setiap kali
kereta akan memasuki terowongan, kondektur akan meneriakan “Steek lampen aan!”
yang oleh orang Sunda terdengar ‘lampegan’.
Sebenarnya jika jalur
kereta api ini diaktifkan kembali akan memberi dampak yang positif. Dari segi
wisata misalnya, Stasiun Lampegan dekat dengan Situs Megalitik Gunung Padang,
sehingga mempermudah akses wisata. Atau juga bisa menyuguhkan kembali wisata
kereta api (tua) jika tidak untuk tujuan transportasi antar daerah. Dengan alam
yang membentang indah, sudah cukup untuk membangun sebuah destinasi baru.
Dengan nilai historis
yang dimilikinya, mungkin untuk saat ini, Terowongan dan Stasiun Lampegan cocok
untuk spot fotografi. Itu terlihat
dari banyaknya pengunjung yang datang hanya sekedar foto-foto. Tak terkecuali juga
kami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar