18.4.12

Crazy Over In Ujung Genteng: Jebakan Betmen

Makin indah suatu tempat, biasanya makin sulit medan yang akan kita lalui. Tidak hanya faktor alam saja yang bisa kita bikin nge-trip tak menyenangkan, namun juga bisa faktor lain. Begitu juga dengan trip ke Ujung Genteng, Sukabumi. Banyak jebakan betmen yang sempat kami temui.

Jangan heran jika menuju ke Ujung Genteng kita akan diobok-obok di dalam kendaraan. Memang jalanan sudah rusak mulai dari Lembursitu hingga Ujung Genteng. Kita akan menikmati sensasi ajrut-ajrutan di dalam mobil selama perjalanan. Juga kondisi jalan yang cukup sempit, berkelok-kelok, berlubang, plus jurang disamping jalan, karena jalan menuju kesana berbukit-bukit. Sehingga kita musti hati-hati.

Selain jalanan rusak ketika menuju ke Ujung Genteng, jalanan rusak pun kami temui ketika menuju ke Pantai Pangumbahan. Jalan penuh kubangan lumpur, licin, dan becek (jika musim hujan). Jadi siap-siap saja jika kendaraan baru saja dicuci akan berubah warna menjadi warna lumpur. Nah... ketika kami menuju ke Pantai Pangumbahan, kami mengikuti arah penunjuk jalan. Ternyata, petunjuk arah tersebut ‘menyesatkan’. Kita akan menuju ke jalan yang rusak plus kubangan lumpur. Namun jika ikuti arah ke Cibuaya, akan cukup ‘aman’ dilalui. Selain menghemat waktu, juga perjalanan tak akan menyebalkan.

Beda lagi di Curug Cikaso, para ‘supir’ perahu dengan segera siap siaga mengantarkan pengunjung. Dengan harga tiket yang bikin dompet kempes. Padahal menuju ke Curug Cikaso tinggal melangkah saja beberapa meter lewat tepian sawah sudah nyampe. Dan tukang tiket tak akan memberikan informasi ‘jalur alternatif’ itu begitu saja.

Dikira yang menawarkan jasa perahu sudah sepaket dengan jasa guide. Tak taunya guide minta bayaran lagi.  Memang sih guide ini minta fee seikhlasnya, tapi kan kalau tidak ngomong dari awal, enek juga jadinya. Guide ini akan nebeng alias main slonong-boy begitu saja naik ke perahu, dan sang ‘supir’ perahu hanya cuek bebek, guide itu naik.

Lazuardi 'Brewok' bernegosiasi dengan petugas tiket di Curug Cikaso.















Tak hanya soal wisata, kulinernya pun sama. Niatnya mau menikmati makan malam dengan menu kuliner yang mendekati khas daerah situ. Tapi tak satupun resto, rumah makan, atau warung makan yang menyediakan kuliner khas. Akhirnya kami putuskan menuju ke salah satu rumah makan. Mobil diparkir dihalaman. Desain rumah makan ini memang cukup unik. Dengan saung yang menghadap langsung pantai, ditemani deburan ombak kecil. Duduk lesehan diatas karpet polos. Kemudian dengan cukup lama menunggu pelayan datang membawa buku menu.

Walaupun menu yang ada di daftar dalam buku menu banyak dan menyediakan sea food, jangan disangka akan menikmati menu lezat tersebut. Yang ada hanya nasi goreng cumi (*spesifik hanya yang kami alami). Erik meminta nasi goreng dengan telur dadar, tak dinyana menu tersebut tak tersedia dengan alasan telurnya tidak ada, namun ketika memesan nasi goreng spesial (dengan telur, tapi bukan telur dadar) jawabannya ada. Lalu apa bedanya nasi goreng telur dadar dengan nasi goreng spesial yang memakai telur juga?

Panorama laut dan lampu rumah penduduk, diambil dari saung resto.















Dari segi pelayanan, sempet pula pelayan salah mengirimkan minuman. Kami tidak memesan es teh, eh... yang datang malah es teh, tentu saja kami bengong. Dan mengkonfirmasi lagi bahwa kami tak memesan minuman tersebut.

Arrghhh.... sekali lagi kayak itu, gue nyebur ke laut” keluh Ellin.

“Mas, tolong bill-nya yah” pinta Ellin untuk mengetahui berapa uang yang harus dirogoh kocek ketika selesai dinner. “Lin kamu nggak salah bilang bill. Nanti malah bir yang datang” timpali kami karena teringat ‘kelakuan’ pelayan tadi.

 Mending nyari warung nasi padang saja, yang jelas menunya!

Tidak ada komentar: