Waktu di bangku Sekolah
Dasar (SD), aku dan teman-teman sering ke sungai ini. Padusan di sungai, mencari ikan (yang kecil-kecil), katak kecil dan
kepiting, membuat ‘candi’ dari pasir, bermain bola, hingga menyusuri
sungai. Dulu sungai ini pernah
membanjiri warga dusun Genteng dan sekitarnya, kemudian dengan program
peninggian lahan, dusun bebas dari banjir. Namun kini sungai yang membatasai
Desa Panimbang dan Desa Bantarpanjang, bukan membanjiri rumah penduduk
melainkan mulai mengikis lahan yang dilalui sungai.
Pagi itu, kabut tibis
jejak hujan semalam mulai tersingkap. Matahari mulai muncul menyinari. Jalanan
sudah becek di sana-sini, namun aktifitas warga sudah menggeliat: ke pasar,
kebun, ladang, sawah, bahkan ke sungai (Cikawung) mencari batu.
Dusun Cibubuay, Desa
Bantarpanjang, menggeliat di pagi hari. Terlihat seorang bapak memikul
batu-batu besar dari sungai. Membawa beban yang kira-kira beratnya mencapai 50
kg. Batu itu ia ambil dari Sungai Cikawung untuk kemudian dipecah hingga
menjadi batu split, salah satu bahan baku untuk pengecoran bangunan. Kami tak
sengaja bertemu dengan seorang bapak tua. Berkulit hitam, yang mulai keriput.
Senyum dan celotehan segarnya membuka pembicaraan kami. Tak berlangsung lama
suasana akrab mencair. Bahkan aku dipersilahkan ikut dengannya, sekedar tahu
dari mana ia mengambil batu. Namun sayang, kami tak sempat berkenalan.
Ia menceritakan, bahwa
sebelumnya ia ikut proyek untuk pembangunan bendungan di sungai Cilumuh,
Cimanggu, 11 km dari desanya. Kini, bendungan itu telah selesai dibangun,
sehingga ia kembali menjalankan aktifitas seperti biasanya.
Usia memang sudah tak
muda lagi. Ia mengeluhkan bahwa perutnya sakit akibat sering memikul beban yang
berat. Aku meraba perutnya bagian bawah, ketika ia menunjukan bagian perut yang
sakit. Perutnya terasa keras. Entah apa yang ia rasakan waktu sakitnya kambuh.
Tak lama kemudian, suara
perempuan di pinggir sungai memanggil si bapak tersebut. Lalu ia bergegas
menuju sumber suara sambil memikul batu besar, dan pamit pergi meninggalkanku. Yah... jadi sendiri deh.
Area sungai sudah
membesar dibandingkan sewaktu aku masih kecil. Banyak lahan terkikis, sehingga
kini mulai dibronjong untuk
mengurangi erosi akibat aliran sungai sewaktu volume air membesar. Bekas
kikisan sungai yang tak teraliri air dimanfaatkan untuk menanam sayuran seperti
jagung, kacang panjang, cabai dan juga kangkung.
Selain bapak yang tadi, terlihat
pula lelaki seumuran dengan bapak tadi mengumpulkan batu-batu besar dari
sungai. Mencarinya di tengah aliran sungai, dan mengumpulkanya di pinggir
sungai.
Anak-anak sudah mulai
menaruh kail sederhana. Memancing ikan merupakan kegiatan yang tak hanya anak
kecil saja, namun juga orang dewasa. “Ikannya sebesar apa?” tanyaku. Penasaran
ukuran ikan yang akan diperoleh. “Cuma sebesar jari” jawabnya. Aku paham, bahwa
tak mungkin mendapat ikan yang besar di sungai ini mengingat banyak sampah
rumah tangga yang mencemarinya. Prihatin!
Di pagi yang lain, aku
mengunjungi Muara (orang situ menyebutnya begitu) pertemuan antara Sungai
Cikawung dan Cikondang. Saat itu musim kemarau. Sunrise indah dengan warna keemasan muncul dibalik pohon kelapa.
Indah banget.
Aliran sungai memang
sedang surut. Namun pada musim kemarau air tak pernah kering. Kebun ‘musiman’
tumpuh disekitar aliran sungai yang surut. Permukaan tanah memang kering, namun
dibawahnya basah, stok air untuk akar tak perlu dipusingkan kembali, karena
aliran sungai tersebut meresap menembus pasir dan terhisap oleh akar-akar
tanaman.
Muara ini merupakan
tempat kami bermain bola. Sekelabat gambaran masa kecil melayang di otakku,
mengingat memori itu. Juga membuat ‘candi’ dari pasir basah dipinggir sungai.
Dan mencari ikan serta kepiting. Kini melihat keadaan sungai tak ada jejak
anak-anak masa kini yang asyik bermain dipinggir sungai. Mereka lebih senang
duduk di depan layar memainkan stik bermain play
station, atau bahkan up date status
alay di facebook.
Pencemaran memang menjadi
masalah tersendiri. Begitu pun dengan sungai kecil ini. Ada banyak sampah
dimana-mana. Seperti menjadi sebuah pemandangan umum. Di sisi lain, masyarakat
masih memanfaatkan sungai ini untuk berkebun.
1 komentar:
Luar biasa.... keindahan alam yang mulai hilang... meski keindahan masa lalu ta kan pernah hilang
Posting Komentar